Subang, Demokratis
Semangat gotong royong warga Desa Gambarsari, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, sungguh patut diacungi jempol yang belakangan telah menormalisasi irigasi tersier di dua titik di Kampung Mekarsari RT 06 dan Kampung Krajan melalui program Padat Karya Tunai (PKT) bersumber Dana Desa (DD) TA 2023 dengan pagu anggaran Rp20 Juta, masing-masing satu titik Rp10 juta.
Kegiatan ini diapresiasi sejumlah tokoh masyarakat desa setempat karena sangat bermanfaat bagi masyarakat petani khususnya serta dapat menyokong ketahanan pangan, juga bisa menyerap tenaga kerja. Namun sangat disayangkan, pasalnya diduga terjadi penyunatan upah tenaga kerja dalam pembayaran program PKT itu, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/desa.
Berdasarkan investigasi dan keterangan yang berhasil dihimpun, di antaranya Rus yang turut bekerja saat kegiatan itu berlangsung. Menurut Rus yang diamini sejumlah temannya yang sama-sama mengikuti kegiatan program PKT menginginkan dalam pelaksanaan normalisasi saluran tersier itu sedikitnya 10 hari, agar penghasilannya mendapat banyak. “Ini mah baru 3 hari sudah diberhentikan,” ujarnya.
Menurut Rus, seperti terjadi di titik kegiatan lokasi Kampung Mekarsari dikerjakan 21 orang selama 3 hari, para pekerja diupah masing-masing hanya sebesar Rp70 ribu, sehingga bila dikalkulasi hanya menghabiskan Rp4.410.000/titik. Maka bila diasumsikan di dua titik direalisasi hanya sebesar Rp8.820.000, sehingga masih tersisa belasan juta yang entah hinggap dimana.
Ironisnya program PKT itu malah menyisakan masalah, sejumlah kalangan masyarakar Desa Gambarsari mempertanyakan dikemanakan kelebihan anggaran itu. “Kemana sisa anggaran itu, digunakan untuk apa, jangan hanya dinikmati oleh orang per orang atau kelompok tertentu, karena itu uang program yang berasal dari pajak kita,” ujar sumber.
Tak hanya sampai di situ, warga juga mempertanyakan keberadaan inventaris desa (kekayaan desa-red) satu unit motor Bantuan Gubernur (Bangub) Jabar merk Honda WIN dan satu unit mobil Desa Siaga bersumber dana stimulan (APBD-II Kabupaten Subang) sebesar Rp20 jutaan di era Bupati Subang Ojang Suhandi.
“Kepala Desa Gambarsari Wasnata saat dikonprontir menjelaskan bila kelebihan dana program PKT itu digunakan untuk membiayai revarasi mobil inventaris desa dan kebutuhan kegiatan kantor lainnya,” ujar sumber menirukan ucapan Kades Wasnata.
Aktivis Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi-RI (GNPK-RI) Kabupaten Subang U. Syamsudin, S.Sos saat dimintai komentarnya, mengungkapkan bila benar kejadiannya menyesalkan atas tindakan oknum kepala desa dan pihak-pihak yang diduga terlibat menyelewengkan keuangan desa itu dikategorikan perbuatan korupsi.
“Kepala desa itu posisinya sebagai Pengguna Anggaran (PA) ketika mengelola keuangan desa bersumber dari dana-dana trasnper dimana merupakan sumber penerimaan APBDes harus dipertanggung jawabkan secara baik dan benar,” tandasnya.
Perilaku Kades itu bisa dijerat UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001, Jo Pasal 3 bahwa setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp.50.000.000,- dan paling banyak Rp.1.000.000.000,-.
Melihat kondisi seperti ini, pihaknya mendesak aparat pengawas seperti Inspektorat Daerah (Irda) dan penegak hukum Kepolisian dan Kejari Subang segera menyelidiki kasus-kasus pelanggaraan hukum itu.
“Jerat oknum pelakunya hingga bisa diseret ke meja hijau. Tak usah menunggu pengaduan, karena ini merupakan peristiwa pidana,” tegasnya.
“Bila terbukti beri hukuman setimpal, agar ada efek jera karena dana itu berasal dari uang kenduri rakyat yang dihimpun melalui pajak yang benar-benar harus dipertanggung jawabkan,” ujarnya.
Syamsudin lebih jauh memaparkan, definisi laporan dan pengaduan berbeda. Bila merujuk ketentuan umum Pasal 1 KUHAP, laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak dan kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang, tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
“Sementara pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hokum terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya,” pungkasnya. (Abh)