Subang, Demokratis
Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sesuai regulasi diarahkan untuk mendanai program/kegiatan tertentu dalam rangka pengendalian, pengawasan dan mitigasi dampak negatif yang ditimbulkan dari produk hasil tembakau.
Namum di Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat yang mendapat DBHCHT TA 2019 hingga mencapai miliaran rupiah dikatakan pentolan Ormas Gerakan Anak Muda Peduli Lingkungan (GAMPIL) Subang Enjang Black Taufik diduga banyak disalahgunakan oleh oknum pejabat Subang, sehingga tidak tepat sasaran atau tidak sejalan dengan misi awal program dan berpotensi merugikan keuangan negara.
Sebagai testimoni, lanjut Enjang, diketahui perencanaan penggunaan DBHCHT TA 2017-2018 untuk pembuatan sejumlah titik tempat khusus merokok di tempat umum, guna menciptakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagai bentuk perlindungan masyarakat terkait dampak asap rokok. “Tetapi kenyataannya hingga saat ini tempat tersebut tidak/belum dibangun,” ujarnya ditemui seusai beraudensi di kantor Dinkes Kabupaten Subang, Kamis (2/1/2020).
Disebut-sebut pengelolaan DBHCHT TA 2019 sebesar Rp 4.735.567.000 yang diploting bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Subang sebesar Rp 3,8 miliar untuk membayar utang ke RSUD Ciereng dari tahun 2011-2017 dan anggaran DBHCH TA 2018 yang menjadi SILPA sebesar Rp 4.266.636.853 sebagian dananya dibelanjakan untuk pembelian 22 Mobil Sehat yang dibagikan kepada Desa/Kelurahan.
Yang dipermasalahkan dan dipertanyakan, lanjut Enjang, apakah bisa anggaran DBHCHT digunakan selain jenis kegiatan yang sudah diatur sebagaimana PMK No.84/PMK.07/2008 Jo.PMK No.20/PMK.07/2009, tentang Penggunaan DBHCHT dan sanksi atas penyalahgunaan DBHCHT.
“Padahal dalam Pasal 66A, ayat 1 UU No 39 tahun 2007, tentang Cukai telah diatur bila penggunaan DBHCHT untuk membiayai program peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, pemberantasan barang kena cukai ilegal,” ujarnya.
Pihaknya mengkritisi kebijakan Bupati Subang yang menggunakan dana DBCHCHT diduga di luar ketentuan, padahal ada yang lebih urgen dari pada untuk pengadaan mobil Sehat Desa seperti untuk membiayai Jamkesda atau membangun ruangan khusus bagi para pasien yang terdampak negatif rokok semisal ruangan khusus penyakit paru-paru.
“Saya menduga pemberian mobil sehat desa itu hanya dijadikan ajang pencitraan pemerintahan Jimat-Akur saja. Saya juga merasa heran dan sepertinya ada yang janggal kenapa DBHCHT TA 2018 di Dinkes sebesar Rp 4 miliaran tidak bisa diserap, ada apa ini, padahal kan SK Bupati sudah diterbitkan saat itu Bupatinya Ating Rusnatim. Pertanyaan itu saya lontarkan terhadap pejabat Dinkes saat beraudensi, tetapi mereka tidak mampu menjawab,” ujarnya heran.
Ketika hal ini dikonfirmasikan kepada Dinas Kesehatan Subang melalui Bidang Sumber Daya Kesehatan Cq Kasi Pembiayaan Dadan Sudarto kepada awak media seperti dilansir Reporter Jabar.com membenarkan, bila penggunaan anggaran DBHCHT untuk membayar utang ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciereng Subang sebesar Rp 3,8 miliar.
Pembayaran utang ke RSUD itu, kata Dadan, sesuai SK Bupati, pihaknya hanya melaksanakan. “Mengenai boleh tidaknya untuk membayar utang itu bukan ranah kita yang menjawab. Hanya yang kita tahu Pemkab Subang mempunyai utang pelayanan kepada empat rumah sakit. Kita bayar utang ke RSUD Subang yang dianggap mendesak karena sangat dibutuhkan untuk pelayanan. Nilainya mencapai Rp 3,8 miliar, sementara total utangnya sekitar Rp 7,5 miliar baru terbayar sebesar Rp 3,8 miliar rupiah. Jadi dibayar separuhnya dulu,” pungkasnya. (Abdulah)