Jakarta, Demokratis
Sebagai Advokat Asisstant Proffesor, Mohammad Mara Muda Herman Sitompul, S.H., M.H. (MMMHS/HERSIT), menanggapi sebagaimana bagaimana melihat aksi demo akbar seminggu pekan ini, begitu semaraknya hingga memakan korban banyak, bahkan beberapa orang yang meninggal dan luka-luka parah, baik pada pendemo; masyarakat/rakyat yang demo di lokasi DPR RI dan sejumlah gedung DPRD di daerah-daerah.
Dilihat dari kacamata hukum?
“Berdemo boleh saja, sah-sah saja menyampaikan pendapat di muka umum dibolehkan undang-undang tapi jika sudah mengarah sifat anarkis dan pengrusakan pasilitas umum membakar dan lain sebagainya, jelas apapun alasannya tidak dibenarkan oleh hukum dan perundang-undangan, bahkan bisa diancam dengan pidana; tindak pidananya tidak bisa ditolelir atas tindakan tersebut,”kata Herman.
Melakukan penjarahan pada sejumlah rumah oknum anggota DPR RI, ini juga tidak dibolehkan oleh hukum tapi jika dipermasalahkan oleh orang yang dirugikan bisa saja, hanya saja akan panjang ceritanya bisa bisa menjadi berbalik poin, nanti masyarakat tidak akan diam akan mempermasalahkan harta-harta dari anggota dari anggota dewan tersebut bisa ibarat “senjata makan tuan”.
“Begitu banyaknya kekuatan massa bukan hal mudah untuk diproses siapa yang salah, tentunya masyarakat/rakyat sakit hati karena kalian oknum anggota dewan berbicara terlalu menghina masyarakat/rakyat, mereka sakit hati. Dapat dimaklumi; “rakyat marah besar” dalam peristiwa demo tahun 2025 ini begitu panjang waktunya tidak seperti biasanya, itu pelampiasan masyarakat, rakyat di negeri ini. Akibat gaji dan tunjangan anggota dewan kita kelewat tinggi, sementara masyarakat sudah menderita akibat ekonomi bangsa ini sedang tidak baik-baik saja,” kata pakar hukum pidana dari fakultas hukum sosial, Universitas Mathla’ul Anwar Banten ini.
Konon cerita para korban penjarahan mau memper masalahkan, dari segi hukum pidana, kriminologi dan hukum acara pidana ini berpendapat, melihat potret duduk perkaranya sulit sekali jika dimasalahkan begitu banyaknya massa, menurut hemat kami ini suatu resiko yang harus diterima oleh korban penjarahan.
“Bila perlu perkara-perkara semacam ini dideponir saja karena “beresiko tinggi” melibatkan massa berskala besar lebih baik perkara semacam ini “didefonir” saja ikhlaskan saja, harta benda bisa dicari ke depannya. Mari kita ambil hikmahnya saja,” kata pengajar pendidikan khusus profesi advokat (PKPA) Peradi yang sudah mengajar di 50 PTN/ PTS se Indonesian ini.
Sebagai akademisi senior yang juga advokat senior, melihat secara objektif saja, itu semua terjadi tentu ada yang salah pada oknum anggota DPR RI kita dan juga pemerintah, jangan sampai menyalahkan masyarakat/rakyat di negeri ini, sebab merekalah yang menggaji anggota DPR RI itu lewat pungutan pajak yang dibebankan pada mereka, wajarlah mereka marah besar, terang Herman.
Dalam hal ini Hersit mengatakan, kita pikirkan saja apa yang menjadi tuntutan mereka, yang 12 tuntutan itu harus dieksekusi segera.
“Bagi masyarakat mungkin tidak perlu pidato-pidato atau cerita cerita yang cukup membosankan tapi implementasi yang wajib diwujudkan,” jelas Wakil Sekretaris Jenderal DPN Peradi bidang kajian hukum dan perundang-undangan ini yang juga wakil ketua umum DPP Ikadin bidang sosial dan masyarakat ini lewat HP selulernya. “Semoga bermanfaat sebagai pencerahan hukum bagi bangsa dan Negara Republik Indonesia yang tercinta ini,” tutup Herman. (MH)