Untuk menunaikan ibadah puasa, kita harus memiliki ilmu yang cukup memadai, tentang rukun yang wajib kita lakukan, syarat-syaratnya, hal yang boleh dan membatalkan serta apa saja yang dianjurkan.
Pengetahuan yang memadai tentang puasa ini akan senantiasa menjadi panduan pada saat kita puasa. Ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan kita untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kita serta akan mampu melahirkan puasa yang berbobot dan berisi. Sebagaimana sabda Nabi SAW, “Barang siapa yang puasa ramadhan dan mengetahui rambu-rambunya dan memeperhatikan apa yang semestinya diperhatikan maka hal itu akan menajdi pelebur dosa-dosa sebelumnya”. (HR. Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi).
Dalam banyak keterangan hadits, ibadah shaum (puasa) sangat banyak mengandung hikmah dan besar pahalanya. Di antaranya saja orang muk’min yang menunaikan ibadah puasa dalam bulan ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka dosa-dosa yang terdahulu akan diampuni Allah SWT sebagaimana sabda Nabi SAW yang diriwayatkan Abu Huraerah ra. “Siapa berpuasa pada bulan ramadhan penuh dengan keimanan (yakin atas pahalanya) dan keikhlasan, pasti diampuni dosa-dosa terdahulu baginya”.
Tetapi bagi orang yang puasanya tidak mampu mengekang anggota badan (alat indranya-Red) dari segala perbuatan dosa hanya akan sia-sia saja.
Puasa itu bukan hanya sekedar berhenti dari makan dan minum belaka, akan tetapi dituntut juga berhenti dari ucapan dan perbuatan maksiat. Ia tidak akan memperoleh apa-apa kecuali lapar dan dahaga. Hal itu dinyatakan dalam sabda Nabi SAW, “Kebanyakan orang berpuasa tidak mampu memetik hasilnya, kecuali lapar dan dahaga”. (HR Buhari).
Kata puasa, berasal dari bahasa Arab yaitu Shaum yang mengandung arti meninggalkan sesuatu atau menahan diri dari sesuatu. Sedangkan menurut istilah Shaum adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkan puasa dari mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan disertai niat untuk berpuasa.
Sebenarnya ditinjau dari sudut pandang fiqih, puasa mereka dapat dipandang sah, namun karena faktor-faktor lain, maka pahalanya menjadi hilang atau batal.
Dalam keterangan hadits yang diriwayatkan Anas,ra. Rasulullah SAW bersabda “Ada 5 hal yang dapat membinasakan pahala puasa yaitu ; Dusta, ghibah, adu domba, sumpah palsu dan memandang lawan jenis penuh syahwat (pria dan wanita saling memandang)”.
(1). Dusta atau berkata dusta; mereka berkata tidak jujur, tidak selaras antara hati dan lisan, tidak sesuai antara ucapan dan kenyataan. Dusta ini akan sangat berbahaya, manakala telah menjadi
kebiasaan sehari-hari. Lebih berbahaya lagi kalau berdusta dilakukan secara berjama’ah. Bahaya berbohong ini sebenarnya tidak hanya merugikan shaum, tetapi akan merugikan kehidupan sosial secara umum bila kebohongan itu telah terorganisir rapi, maka Allah akan menurunkan malapetaka ke muka bumi ini. (2). Ghibah adalah membicarakan kejelekan-kejelekan orang lain, atau yang lebih populer disebut gossip. Terkait hal ini Allah SWT dalam firmannya menegaskan “Dan janganlah sebahagian kamu menggunjingi sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha penerima tobat lagi maha penyayang” (QS. Al-Hujrat 49:12); (3). Adu domba (provokasi). Seseorang yang menghasut agar terjadi anarkis dan kekacauan, ia tidak akan memperoleh pahala shaum. Inti shaum adalah untuk menebar kasih sayang antara sesama manusia, sehingga tindakan adu domba otomatis melunturkan nilai shaum; (4). Sumpah palsu. Dalam upaya meyakinkan orang lain, ia tak segan-segan bersumpah palsu. Ucapan demi Allah menjadi penghias setiap pembicaraannya, padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Orang seperti ini tidak akan mendapatkan pahala shaum; (5). Memandang lawan jenis penuh syahwat, sekalipun terhadap suami istri, bisa menghilangkan pahala puasa. Sehingga kita harus menjaga pandangan dengan baik. Lebih baik berada di mesjid (beri’itikaf) dari pada pergi ke tempat-tempat dimana pandangan kita tidak bisa terjaga dari hal-hal tercela.
Dengan memperhatikan ke 5 hal yang dapat menghilangkan pahala tersebut, insyaallah shaum kita akan terpelihara dan bernilai tinggi di hadpaan Allah SWT.
Menjalani ritual puasa (Rukun Islam ke 4 ) dengan baik dan benar sesuai syariat yang dianjurkan, sebenarnya mengandung banyak hikmah. Hal ini bisa terlihat dari beberapa aspek; (1). Puasa dapat mengendalikan syahwat dan mengurangi pengaruhnya; (2). Berpuasa akan mendidik jiwa untuk selalu takut kepada Allah SWT, baik diwaktu dan tempat sunyi maupun ramai; (3). Puasa membuat hidup berdisiplin. Ibadah puasa merupakan pengekangan diri dari
perbuatan yang membatalkannya, prosesnya bagaimana agar kita mampu mendisiplinkan diri.
Puasa bukanlah semata-mata amalan yang dilihat secara kasat mata oleh banyak orang, tetapi yang dapat melihat hanya diri sendiri dan Allah SWT, sehingga pada hakikatnya puasa adalah amalan bathin yang berbentuk kesabaran dan keikhlasan semata; (4). Puasa dapat mengembangkan nilai-nilai sosial seperti menghadirkan kepekaan kasih sayang, sehingga rela berkorban untuk orang lain. Hal ini akan melahirkan suatu bentuk persaudaraan dalam bermasyarakat; (5). Puasa dapat memperbaiki kondisi psikologis manusia yang berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Dalam puasa dididik untuk mengistirahatkan anggota badan yang mengolah pencernaan makanan, sehingga terbentuk anggota badan yang terlatih untuk menjadi kuat; (6). Puasa dapat membentuk akhlak mulia. Dengan berpuasa seorang muk’min dididik untuk melakukan perbuatan yang baik dan mulia, karena perbuatan yang sifatnya mungkar dan maksiat dapat membatalkan puasa. Dengan berpuasa setiap insan dapat mengubah sikapnya menuju tingkat yang labih baik.
Ketahuilah bahwa puasa memang dipersiapkan sebagai sarana untuk mencapai “Taqwa”, sehingga tolok ukur dalam berpuasa seberapa besar mencapai sasaran yang diinginkan Allah SWT yaitu suci hatinya dan bagus akhlaknya melalui perbuatan kebajikan dengan kerelaan hati. Sedangkan manusia yang memahami hikmah adalah manusia yang mampu mengelola mulut, tangan dan kakinya untuk senantiasa berpuasa selama hidupnya.
Ada baiknya kita beri’tibar (mencontoh) kehidupan ulat yang berubah menjadi Kupu-kupu. Binatang kecil yang disebut ulat keberadaannya sangat menjijikan. Menyadari bila dirinya banyak membuat tidak nyaman bagi kebanyakan mahluk lainnya ( terutama manusia), maka ulat yang buruk rupa itu muhassabah (berintrospeksi). Atas sunatullah Allah SWT yang telah memberikan insting hewani kepadanya untuk merubah rupa melalui proses berpuasa di dalam kepompong.
Menurut hitungan para ahli biologi, selama kurun waktu dua puluh satu hari, ulat itu tak pernah berniat sekejapun melihat terangnya dunia. Ia berteguh hati untuk tetap berpuasa dalam kepompong dengan rupa dan bentuk yang sangat menakjubkan. Ulat berubah menjadi kupu-kupu yang begitu elok dan rupawan, sehingga banyak mahluk lain (terutama manusia) menyenanginya karena saking indahnya. Subhanaallah….Allahu Akbar.
Lalu, mampukah kita dalam menjalani ibadah puasa di bulan ramadhan ini merubah karakter seperti kehidupan ulat yang berubah menjadi kupu-kupu?. Semoga, atas hidayah dan ridhoNya kita kembali menjadi mahluk yang fitri, bagai bayi yang terlahir ke dunia masih dalam keadaan suci yang belum ternoda dari lumuran dosa. Amien…
Subang, 16 April 2023
Penulis adalah wartawan Demokratis Biro Kabupaten Subang