Visi Misi Bupati & Wakil Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota
Visi : Mewujudkan Lima Puluh Kota yang Madani, Beradat dan Berbudaya dalam Kerangka Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Misi : Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berbudaya dan berdaya saing berlandaskan keimanan.
Untuk mempercepat menuju kesejahteraan masyarakat Propinsi Sumatera Barat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam UU Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan UU Darurat Nomor 19 Tahun 1957 sebagai UU tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum, sehingga perlu diganti.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa UU Provinsi Sumatera Barat bukan hanya sekedar untuk memperbaharui dasar hukum pembentukan Provinsi Sumbar.
Melainkan juga untuk memperkuat keberadaan otonomi daerah Provinsi Sumbar, memperlakukan potensi dan kearifan lokal dalam berbagai bidang. Dalam UU tersebut terkait konteks kearifan lokal. Khususnya dalam pasal 5 huruf C, Propinsi Sumatera Barat dicirikan dengan falsafah Adat Basandi Syarak – Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK).
Terlepas dari silang pendapat itu, sebenarnya UU tersebut bisa dibuat turunannya dalam bentuk Perda, seperti Perda Nomor 7 Tahun 2018 tentang Nagari di Sumbar.
Dalam Perda Nomor 7 Tahun 2018 itu Mentawai terakomodir dan tidak ada masalah sampai sekarang. Memang UU Nomor 17 Tahun 2022 tersebut khususnya yang mengatur karakteristik Provinsi Sumbar dalam pasal 5 huruf C dinyatakan Adat Budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah ABS-SBK dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku, serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter, religus dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumbar.
Sedikit mengganjal adalah frasa “ABS-SBK sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku”. Hal ini dapat menimbulkan makna bahwa falsafah ABS-BSK, dijalankan sesuai dengan adat salingka nagari. Rumusan ini jelas mengandung kekeliruan, karena bagaimana mungkin ABS-BSK sebagai filosofi hidup masyarakat Minangkabau, justru akan dijalankan sesuai adat salingka nagari.
Mestinya adat salingka nagari yang harus dijalankan sesuai falsafah ABS-SBK. Apalagi dilihat dalam perspektif teori norma ABS-BSK berada dalam posisi sebagai norma fundamental masyarakat Minangkabau. Sedangkan adat salingka nagari adalah keberlakuan hukum adat dalam wilayah tertentu.
Kita mengusulkan kepada Gubernur dan DPRD Provinsi Sumatera Barat agar secepatnya membuat Perda turunan. Karena UU ini secara hukum tidak mungkin lagi dirubah sesuai bunyi pasal 72 UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Peraturan Perundang-undangan.
Apabila sebuah RUU telah menjadi UU dan masih terdapat kesalahan teknis penulisan, maka dapat dilakukan perubahan.
Adapun kesalahan teknis penulisan yang dimaksud adalah hanya untuk menjelaskan salah ketik, salah tanggal, nomor, pasal, nomor urut, pragraf, ayat dan kalimat yang dapat diperbaiki.
Adapun subtansi dari UU, sama sekali tidak dapat diperbaiki. Yang mungkin dilakukan hanya proses legislasi biasa, seperti Perda. Tapi kalau ada yang mau melakukan judicial review rasanya tidak perlu.
Karena selama ini Visi dan Misi Gubernur dan Wagub sudah mencantumkan “Mewujudkan masyarakat Sumatera Barat yang Madani Berbudaya ABS-SBK”.
Ada yang mengatakan dengan mencantumkan falsafah ABS-BSK ini menjadi Hukum Positif, akan membuka peluang untuk diterapkan Syariat Islam di Provinsi Sumatera Barat.
Dalam UUD 1945, pencantuman ciri atau karakteristik sebuah Propinsi sama sekali tidak memungkinkan sebuah Propinsi menjadi daerah khusus sebagaimana dimaksud 18 B UUD 1945.
Pencantuman ciri atau karakteristik sebuah Propinsi sama sekali tidak mengubah Status Propinsi, kecuali diberi otonomi luas.
Terakhir, kita sampaikan ucapan terimakasih kepada DPR RI dan Pemerintah yang telah memasukan Falsafah Adat Basandi Syarak – Syarak Basandi Kitabullah dalam Hukum Positif. Sehingga posisinya menjadi kuat.
Program Unggulan “Satu Nagari Satu Rumah Tahfizh”
- Untuk mendukung pelaksanaan program unggulan “Satu Nagari Satu Rumah Tahfizh” telah dilahirkan regulasi yaitu Peraturan Bupati Lima Puluh Kota 33 Tahun 2022 Tentang Pedoman Pembinaan Rumah Tahfizh dan Program Tahfizh.
- Dalam Peraturan Bupati ini mengatur terkait dengan pembinaan rumah tahfizh di nagari yang dilaksanakan melalui Bagian Kesra, dan program tahfizh yang dilaksanakan di sekolah-sekolah disetiap tingkatan, program ini dikelola melalui Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan
- Pada tahun 2022 telah ditetapkan sebanyak 20 unit rumah tahfizh binaan di Nagari yang tersebar di 20 nagari, sedangkan untuk tahun 2023 ini ditargetkan sudah harus dapat terealisasi sebanyak 79 unit rumah tahfizh di 79 Nagari.
- Untuk meningkatkan kapasitas guru tahfizh, pemerintah daerah juga telah melaksanakan pelatihan guru tahfizh untuk 40 orang guru pada tahun 2022.
- Bagi Nagari yang belum memiliki rumah tahfizh, diminta kepada Camat dan Wali Nagari agar segera mendorong dan memfasilitasi pendirian rumah tahfizh, untuk mendukung percepatan pelaksanaan program unggulan dimaksud.
- Pelaksanaan program unggulan ini dengan melibatkan seluruh stakeholders, terutama kementerian agama melalui penyuluh agama yang ada di Nagari.
Relevansi QS. Al-Alaq 1-5 sebagai Falsafah Pendidikan Islam Modern
Islam melalui kitab sucinya, Alquran, banyak mengajarkan manusia bagaimana pendidikan seharusnya dilaksanakan. Salah-satunya firman Allah Swt. dalam Q.S. Al‟alaq ayat 1-5 berikut:
- Artinya : “1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, 2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, 4) Yang mengajar (manusia) dengan pena. 5) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
- Ayat tersebut secara eksplisit dan implisit menggambarkan bagaimana pendidikan merupakan sebuah proses yang sistematis untuk membentuk manusia yang cakap dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Pertama, Pendidikan Islam Nondikotomik. Konsep nilai ini merupakan paradigma pendidikan Islam yang tidak berkonotasi hanya pada nilai-nilai agama („ulumuddin) atau juga tidak semata-mata berkonotasi pada nilai-nilai sains atau keduniaan („ulumuddunya). Artinya, keduanya harus terintegrasi secara dinamis dan harmonis dalam sistem pendidikan Islam yang komprehensif (kaffah). Dalam Q.S. Al‟alaq ayat 1-5, pendidikan Islam nondikotomik tercermin pada redaksi iqra` dan „alaq. Kata iqra` dalam surah tersebut bertempat pada dua ayat, yakni ayat pertama dan ketiga yang berarti membaca. Membaca di sana bersifat universal, artinya proses membaca tidak terbatas hanya mengenai bacaan agama saja, tapi juga bacaan yang bersifat umum.
Kedua, Pendidikan Karakter. Dalam Q.S. Al‟alaq tersebut, konsep pendidikan karakter tercermin dalam makna transendental yang terdapat pada ayat keduanya dalam redaksi “bi ismi rabbika”. Redaksi tersebut bermakna peringatan untuk senantiasa mengingat Allah ketika membaca (iqra`). Kalimat senada juga diungkapkan Prof. Dr. Quraish Shihab dalam bukunya, Membumikan Al-Quran. Menurutnya, redaksi tersebut merupakan syarat muqayyad dari membaca, sehingga tujuan perintah membaca pada akhirnya bermuara pada sikap religious-transendental kepada Allah SWT.
Sikap transendensi tersebut akan berimplikasi pada terwujudnya pribadi yang berakhlak mulia, baik secara vertikal (habl min Allah) maupun secara horizontal (habl min al-nas). Hal ini sesuai dengan prinsip humanis religius yang senantiasa mengutamakan pembentukan karakter seseorang menuju pribadi yang sempurna (insan kamil), sehingga pendidikan yang dilaksanakan tidak hanya bertujuan untuk transfer of knowledge saja, tapi juga transfer of values
Ketiga, Pendidikan Sepanjang Hayat (long life education). Konsep ini merupakan salah satu prinsip penting dalam paradigma pendidikan Islam berbasis humanis religius, sehingga manusia mampu menunaikan seluruh tugas-tugas kemanusiaannya, baik sebagai „abdullah maupun khalifah fi al-ardh. Dengan demikian, kedua tugas dan tanggung jawab manusia tersebut memberi konsekuensi logis berupa keharusan manusia dalam mengembangkan sisi intelektualitasnya sepanjang hayat.
Keempat, Pendidikan Berbasis Riset. Dalam surah Al‟alaq ayat 1-5 tersebut, pendidikan berbasis riset dan pembiasaan tergambar pada pengulangan perintah iqra`. Pengulangan tersebut bermakna penguatan yang berarti bahwa membaca adalah hal yang sangat penting. Hal ini menegaskan bahwa membaca itu tidak akan membekas dalam jiwa seseorang kecuali dengan pengulangan dan pembiasaan.
Implikasi Psikologis Bagi Penghafal Al-Qur’an
Keutamaan menghafal al-Qur‟an: pertama, al-Qur‟an sebagai pemberi syafa‟at pada bagi pembaca, memahami dan mengamalkan; kedua, penghafal al-Qur‟an telah dijanjikan derajatnya oleh Allah SWT, ketiga, al-Qur‟an menjadi Hujjah/pembela bagi pembaca dan sebagai pelindung dari adzab api neraka.
Pembaca al-Qur‟an khusus penghafal al-Qur‟an kualitas dan kuantitas bacaan lebih tinggi, akan bersama malaikat selalu melindungi dan mengajak kepada kebaikan. Adapun implikasi secara psikologi bagi penghafal al-Qur‟an pertama, sebagai obat galau, cemas dan cemas; kedua, menghafal al-Qur‟an untuk memperoleh ketenangan jiwa, kecerdasan dan mendongkrak prestasi belajar; ketiga, penghafal al-Qur‟an dapat meredam kenakalan remaja dan tawuran; penghafal al-Qur‟an akan mendapat penghargaan yang tinggi di sisi Allah dan Rasul-Nya; menghafal al-Qur‟an sebagai obat bagi siapa saja yang membaca dan menghafalkan.
Memahami Fungsi dan Tujuan Pendidikan di Indonesia
Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional harus berfokus tentang bagaimana cara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Tujuan pendidikan menurut UNESCO dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan, UNESCO juga merancang empat pilar pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan, yaitu: Learning to know (belajar untuk mengetahui) Learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu) Learning to be (belajar untuk menjadi sesuatu) Learning to live together (belajar untuk hidup bersama).
Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman da bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan memiliki budi pekerti yang luhur. Selain itu, peserta didik juga harus memiliki keterampilan dan pengetahuan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab terhadap masyarakat dan bangsa.
Fungsi Pendidikan di Indonesia
Mengacu pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Pasal 3, menyatakan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”