Indramayu, Demokratis
Pada tahun 2020 semenjak pandemi Covid-19 berlangsung, Pemerintah Pusat diduga belum ada langkah yang efektif untuk menangani persoalan data ganda yang ada di desa. Carut marutnya data penerima bantuan terjadi saat segala kebijakan dibuat menjadi petaka bagi Pemerintah Desa (Pemdes).
Hal tersebut pun turut mempengaruhi segala Laporan Pertanggung Jawaban yang ada di Pemerintahan Desa dalam melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan pada Pendapatan Belanja Desa (APBDes) yang telah dibuat kemudian harus dirubah kembali.
Dari berbagai macam kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintahan pusat maupun provinsi menjadi prahara pemerintah desa yang terkesan bahwa untuk pemerintah desa tidak diberikan prioritas atau wewenang untuk menangani persoalan dalam pemberian Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT – DD) untuk warga atau masyarakat desa yang terdampak dengan adanya pandemi Covid-19.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia (Kemendes – PDTT RI) memberikan surat edaran perihal penegasan petunjuk teknis pendataan keluarga calon penerima BLT – Dana Desa pada tanggal 21 April 2020 lalu ke berbagai macam desa di seluruh provinsi.
Ketentuan dan mekanisme pendataan hingga pelaksanaan pemberian BLT DD tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Desa Nomor 6 Tahun 2020 yang diterbitkan 14 April lalu. Peraturan tersebut mengubah Peraturan Menteri Desa Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun Anggaran 2020.
Untuk Desa Pabean Udik, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, melalui Kepala Desa (Kuwu) Syamsul Ma’arif, baru menggulirkan atau melakukan pembagian BLT – DD untuk masyarakat yang terdampak dengan adanya Covid-19.
Infografis tahun 2020 berdasarkan Peraturan Desa (Perdes) Nomor 5 Tahun 2019 menerangkan untuk pendapatan desa sejumlah Rp 2.872.333.000, Pendapatan Asli Desa (PAD) Rp 95.600.000, Dana Desa (DD) Rp 1.960.079.000, Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah (BHP-RD) Rp 42.061.000, Alokasi Dana Desa (ADD) Rp 644.593.000, Bantuan Keuangan Provinsi Rp 130.000.000.
Untuk belanja desa yang dikeluarkan sebesar Rp.2.872.333.000. Kemudian untuk Bidang Penyelanggaraan Pemerintah Desa sejumlah Rp 735.154.000, Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa Rp 1.675.863.000, untuk Bidang Pembinaan Kemasyarakatan sejumlah Rp 69.300.000, selanjutnya untuk Bidang Pemberdayaan Masyarakat Rp 392.015.800.
“Pihak kami baru melakukan pembagian BLT DD karena ada beberapa faktor, di antaranya aturan serta teknis yang kerap kali berubah sehingga membuat pemerintahan kami terhambat dalam pelaksanannya,” ujar Syamsul ketika memberikan keterangan kepada Demokratis, Rabu (3/6).
Dari total pagu anggaran yang telah disediakan, pihaknya telah memberikan BLT DD untuk masyarakat yang terdampak sejumlah 381 KK atau kepada keluarga penerima bantuan yang dianggarkan oleh Pemdes sebesar 35% dari total nilai pagu anggaran yang telah disediakan.
Selanjutnya tentang penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan data non-DTKS, ia meminta kepada dinas terkait agar pihak Kuwu dapat melihat daftar nama warga calon penerima manfaat agar tidak menjadi prahara untuk dirinya, pasalnya pihak pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) yang selama ini tidak pernah melakukan koordinasi untuk evaluasi data. Sehingga realita yang terjadi di lapangan adalah banyaknya data ganda.
“Evaluasi tidak ada. Koordinasi pendamping PKH diduga tidak kooperatif. Sebab, selama ini jika ada pendataan, data tersebut tidak dapat diberikan atau dapat dilihat oleh saya selaku kepala desa, guna bantuan yang diberikan agar tepat sasaran atau tidak data ganda,” tutup Kuwu. (RT)