Selasa, September 9, 2025

Dianggap Berbakat Jadi Politisi, Prabowo Disarankan Ganti Kapolri Listyo Sigit

Jakarta, Demokratis

Presiden Prabowo Subianto disarankan untuk membebastugaskan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari jabatannya. Sebab, pucuk pimpinan Korps Bhayangkara itu dinilai lebih berbakat menjadi politisi.

Pernyataan itu disampaikan oleh pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti dalam diskusi Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) bertajuk ‘Urgensi Reformasi Polri’ di Jakarta, Jumat (7/3/2025).

“Saya lihat, Pak Listyo ini bakat politiknya jauh lebih kuat dibandingkan bakat aparat penegak hukumnya. Oleh karena itu, saya berharap Presiden segera membebaskan Pak Listyo dari tugasnya sebagai Kapolri agar bakat politiknya benar-benar tersalurkan,” ujar Ray.

Menurutnya, di masa kepemimpinan Listyo Sigit Prabowo, Polri banyak terlibat atau bertugas untuk mendukung program pemerintah dibanding memastikan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Contohnya, keterlibatan Polri dalam program Makan Bergizi Gratis dan memantau bursa saham yang bukan tugas dan fungsinya.

Karenanya, disarankan Listyo Sigit Prabowo agar bergabung bersama Presiden ke-7 RI Joko Widodo, yang berwacana membentuk partai politik.

“Dia (Listyo) bersama Pak Jokowi mendirikan partai politik baru. Ketua umumnya adalah Pak Jokowi, Sekjen adalah Pak Listyo, cocok banget,” sebutnya.

Bahkan, Ray menyebut telah lama mendorong agar Listyo Sigit Prabowo dievaluasi. Alasannya karena ada dugaan memiliki kedekatan dengan Jokowi.

Sehingga, Listyo dianggap sebagai titik temu antara Presiden Prabowo Subianto dengan Jokowi.

“Tapi kayaknya kalau soal Pak Kapolri ini menjadi semacam titik temu gitu. Antara Pak Prabowo dengan Pak Jokowi. Ini bacaan politiknya lah ya,” kata Ray.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid mengatakan aspirasi pergantian Kapolri sudah disampaikan sejak Agustus 2024 lalu. Dasarnya, banyak terjadinya aksi reprepresi oknum Polri terhadap warga sipil dan mahasiswa.

“Bagi kami berlaku eksesif dari kepolisian itu bukanlah berlaku perorangan. Karena hampir menjadi pola umum. Karena tanggung jawabnya ada pada institusi. Dalam hal ini tentu institusi adalah entitas yang abstrak. Harus di konkretkan siapa? Kapolri,” ucap Usman.

Secara organisasi, Amnesty International pun telah mendesak adanya hak angket atau hak lainnya yang bersifat penyelidikan dari DPR untuk meminta pertanggung jawaban Kapolri terkait hal tersebut.

“Sayangnya, DPR-nya hingga hari ini belum mengarah ke sana. Bahkan dalam kritik masyarakat dan mahasiswa terakhir kepada pemerintah, pemerintahan Prabowo dan juga kepada kepolisian Ketua Komisi III mengatakan ‘untung ada di polisi’. Padahal itu hanya 4 hari setelah (oknum polisi mengintimidasi) kelompok Band Punk Sukatani,” ucap Usman.

Sementara Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Mohammad Choirul Anam berpandangan semua Kapolri pasti memiliki persoalan dan prestasi masing-masing.

Dicontohkan, prestasi Kapolri saat ini yakni membentuk direktorat yang fokus menangani perkara perlindungan anak dan perempuan.

“Saya sih lebih bagus pergantiannya natural saja kayak sebelum-sebelumnya. Semua kepala kepolisian memang memiliki catatan yang baik yang positif, prestasi maupun yang masalah. Sehingga pergantian itu menjadi sesuatu yang sifatnya natural,” kata Anam. (Dasuki)

Related Articles

Latest Articles