Sabtu, November 23, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Diduga Ada Ijazah Aspal Yang Menyusup ke Formasi PPPK di Subang

Subang, Demokratis

Carut marut dunia pendidikan di negeri ini terkesan menjadi noktah hitam yang menyeruak di tengah rekrutmen pengangkatan formasi guru honorer menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) di Pemkab Subang, Provinsi Jawa Barat.

Terungkapnya berawal dari kecemburuan sosial sejumlah sesama guru honorer yang benar-benar sekolah/kuliah untuk mendapatkan gelar sarjana (S1) yang linier dengan tempatnya mengajar guna memenuhi persyaratan pengangkatan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) malah tidak lolos.

Sementara menurut rekannya, EKD yang diketahui kesehariannya diduga tidak pernah kuliah bahkan saat menjadi tenaga honorer di sekolah tersebut, hanya dengan menggunakan ijazah SLTA tiba-tiba lolos PPPK.

Menurut sebuah sumber data NUPTK dan Daftar Pokok Kependidikan (Dapodik) EKD pun dipertanyakan, pasalnya syarat mendapatkan NUPTK dan Dapodik minimal harus sarjana (S1) yang linier. Namun yang lebih mengagetkan lagi ujug-ujug EKD mendapat undangan wisuda dari sebuah Perguruan Tinggi yang berada di Provinsi Banten tepatnya pada akhir tahun 2019 lalu dan telah memiliki Ijazah S1 dengan No. Seri: 1163/Si/PGSD/STKIP.PP/2019, tertanggal 25 November 2019. “Rupaya ijazah itu yang disebut-sebut perolehannya diduga tidak wajar dan aspal, kapan kuliahnya?” tutur sumber penuh dengan keheranan.

Pihak kampus saat menerima kehadiran tim investigasi.

STKIP Pelita Pratama Kini Menjadi Universitas Prima Graha?

Berdasarkan penelusuran tim wartawan Demokratis didapat informasi bahwa EKD yang merupakan tenaga honorer di sebuah SD yang berlokasi di wilayah Kecamatan Jalancagak Kabupaten Subang, Jawa Barat ini, disebut-sebut telah dimuluskan segala sesuatunya oleh Her mantan Kabid Disdikbud Subang yang kini sudah pensiun dan benar bila EKD telah diwisuda pada akhir tahun 2019 lalu di salah satu hotel yang berada di Cilegon, Provinsi Banten.

Di lain kesempatan saat, Her dikonfirmasi Demokratis di kediamannya, Rabu (16/3/23), mengakui bahwa dirinya memang benar yang menghubungkan EKD ke sebuah perguruan tingggi swasta yang berada di Provinsi Banten.

Her pun berceritera awalnya EKD meminta tolong untuk mendapatkan gelar/ijazah sarjana (S1) karena yang bersangkutan menurut Her pernah kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta di wilayah Bandung, Jawa Barat.

“Maka saya daftarkan ke STKIP Pelita Pratama yang kini menjadi Universitas Prima Graha dan lokasi kampusnya di Serang Provinsi Banten, tapi saya tidak langsung ke kampusnya namun melalui kawan saya orang Bekasi berinisial BG, saya pun tak pernah tahu di mana lokasi kampus tersebut,” ujar Her berterus terang.

Menurut sumber, proses pembelajaran harus ditempuh oleh semua mahasiswa/i, tak terkecuali yang pindah kampus pun semua prosedur harus ditempuh dari segi pembelajarannya.

“Baik mengikuti pembelajaran tatap muka juga mengikuti KKM (Kelompok Kerja Mahasiswa) untuk terjun langsung kemasyarakat di akhir tahun pembelajaran, apakah EKD juga menempuhnya,” ujarnya.

Dalam suatu kesempatan Demokratis berhasil menemui EKD pengguna ijazah tersebut di kediamannya, Rabu (22/3/2023), mengatakan bahwa dirinya pernah kuliah di Unpas Bandung dengan mengambil jurusan Bahasa Indonesia dan pindah ke STKIP Pelita Pratama di Serang, Provinsi Banten. EKD pun mengatakan bahwa sudah menjadi tenaga honorer sejak tahun 2010.

Keberadaan pelataran parkir di Kampus Universitas Prima Graha.

Di sini pula kata sumber kedapatan janggal, menjadi tenaga honorer sejak tahun 2010 tapi ijazah S1 baru dimiliki tahun 2019, artinya menjadi honorer menggunakan ijazah SLTA, sementara syarat menjadi honorer guru harus S1, berarti NUPTK dan Dapodik-nya diduga dimanipulasi.

Sebelumnya Demokratis telah investigasi ke Kampus STKIP Pelita Pratama yang diterima langsung oleh Humas Kampus UPG (Universitas Prima Gama), Surya Alam, SH, MM, CPM, serta Legal Officer, Ega Jalaludin, SH dan Dekan UPG Fatulloh.

Dalam keterangannya pihak kampus mengatakan bahwa pada akhir tahun 2020 STKIP  Pelita Pratama menyebutnya sudah bubar dan kini menjadi Universitas Prima Graha dan tidak menyelengarakan pembelajaran kelas jauh.

“Waktu tahun 2020-2021 itu situasi Covid-19 kami melakukan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) dimana instrukturnya berada di suatu tempat, sementara mahasiswa berada didomisilinya masing-masing atau teleconference,” tegasnya.

Fenomena ijazah EKD mesti disikapi oleh aparat penegak hukum hingga ke ranah meja hijau. Bila kelak terbukti kepemilikan ijazah EKD asli tapi palsu (aspal) atau bodong, stautus P3K EKD harus ditinjau kembali dan beri hukuman setimpal, karena selain perbuatannya melawan hukum, keberadaanya hanya akan membebani dan merugikan keuangan negara.

Dikutip dari Pasundan Expres (14/3) beban honor P3K sejak tahun 2021 mencapai Rp70 miliar yang harus ditanggung APBD Kabupaten Subang dan di TA 2023 beban honor P3K membutuhkan Rp140 miliar. (Tim)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles