Jakarta, Demokratis
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan tersangka dan menahan lima orang, usai operasi tangkap tangan (OTT) di Lampung Tengah. Salah satunya adalah Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya.
Kelima orang yang terjerat dugaan suap dan gratifikasi itu, terkait pengaturan proyek pengadaan barang dan jasa (PBJ), termasuk proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) di Dinas Kesehatan Pemkab Lampung Tengah.
“KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama sejak tanggal 10 sampai dengan 29 Desember 2025,” kata Plh Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025).
Selain Ardito, pihak lain yang ikut ditetapkan sebagai tersangka yakni Anggota DPRD Lampung Tengah, Riki Hendra Saputra (RHS); adik Bupati Lampung Tengah, Ranu Hari Prasetyo (RNP); Plt Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah sekaligus kerabat dekat Bupati, Anton Wibowo (ANW); serta pihak swasta yang menjabat sebagai Direktur PT Elkaka Mandiri, Mohamad Lukman Sjamsuri (MLS).
Tersangka Riki dan Lukman ditahan di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih. Sementara Ardito, Ranu, dan Anton ditahan di Rutan KPK Cabang Gedung ACLC.
Sebagai pihak penerima suap, Ardito, Riki, Ranu, dan Anton dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara Lukman sebagai pemberi suap dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam konstruksi perkara, pada Februari–Maret 2025, tidak lama setelah dilantik, Ardito diduga mulai mengatur mekanisme pemenangan proyek di sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Ia memerintahkan anggota DPRD Lampung Tengah, Riki Hendra Saputra (RHS), untuk mengondisikan pemenang PBJ melalui mekanisme penunjukan langsung di e-catalog. Para penyedia yang dimenangkan disebut merupakan perusahaan milik keluarga serta tim pemenangan Ardito pada Pilkada 2024.
Pengaturan tersebut tidak berhenti di tahap awal. RHS diarahkan untuk berkoordinasi dengan Plt Kepala Bapenda, Anton Wibowo (ANW), yang merupakan kerabat dekat Bupati, guna meneruskan instruksi kepada SKPD terkait. Selain itu, ISW di Bapenda juga disebut terlibat dalam jalur komunikasi pengaturan proyek tersebut.
KPK menduga Ardito mematok fee sebesar 15–20 persen dari setiap proyek yang dikondisikan. Dengan postur belanja APBD Lampung Tengah 2025 mencapai Rp3,19 triliun, praktik rente tersebut dinilai merugikan penyelenggaraan pembangunan karena sebagian besar anggaran seharusnya dialokasikan untuk infrastruktur dan layanan publik.
Pada periode Februari–November 2025, Ardito menerima sedikitnya Rp5,25 miliar dari rekanan PBJ yang diserahkan melalui RHS maupun Ranu. Dalam kasus lain, Ardito juga memerintahkan ANW untuk mengatur pemenang proyek pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan. PT Elkaka Mandiri, yang dipimpin Mohamad Lukman Sjamsuri (MLS), kemudian memenangkan tiga paket pengadaan dengan nilai total Rp3,15 miliar. Dari proyek tersebut, Ardito kembali menerima fee sebesar Rp500 juta melalui ANW.
Ardito diduga menikmati aliran dana sebesar Rp5,75 miliar. Uang tersebut diduga digunakan untuk operasional Bupati serta pelunasan pinjaman bank yang berkaitan dengan kebutuhan kampanye Pilkada 2024. (Dasuki)

