Jakarta, Demokratis
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengungkapkan 4 risiko yang dapat menyebabkan ledakan atau kebakaran pada kilang milik Pertamina.
Nicke mengatakan, 4 hal ini diperoleh dari hasil audit yang dilakukan oleh internasional auditor.
Pasca insiden Balongan di tahun 2021, lanjut Nicke, Pertamina telah melakukan audit oleh internasional auditor yaitu yang menggunakan International Sustainability Rating System (ISRS) Level 9 yang digunakan oleh Global Practice.
“Risiko yang akan terjadi di aset kita ada 4 kemungkinan penyebab, pertama karena petir,” ujar Nicke yang dikutip Sabtu (8/4/2023).
Untuk itu, lanjutnya, Pertamina telah membangun lightning protection system sebanyak dua lapis dan sudah rampung.
Faktor kedua adalah overflow atau meluber sehingga menyebabkan kebakaran pada kilang.
“Itu juga terjadi di salah satu case dan itu jadi salah satu penyebab kebakaran,” imbuh Nicke.
Faktor ketiga adalah kebocoran hidrogen seperti yang terjadi pada Kilang Balikpapan.
“Dengan sudah dijalankannya high temperature hydrogen attack ini, kebocoran hydrogen di Kilang Dumai bisa kita padamkan dalam waktu 9 menit,” beber Nicke.
Sedangkan faktor keempat adalah sulfidasi atau endapan sulfur yang dapat dicegah dengan merevitalisasi kilang-kilang minyak agar bisa memproses sulfur tinggi.
“Program-program yang dilakukan RDMP adalah agar kilang-kilang ini bisa memproses yang sulfurnya tinggi, jadi harganya lebih murah,” beber Nicke.
Lebih jauh Nicke mengatakan, dari sisi Operational Availability, sebagai salah satu parameter untuk monitor keandalan kilang, Pertamina menggunakan Solomon sebagai benchmark kilang internasional.
“Secara konsolidasian di tahun 2022, hasil benchmark Operational Availability sesuai standar Solomon pada seluruh kilang Pertamina telah mencapai skor 96 persen atau berada di atas rata – rata Global Refinery,” pungkasnya. (EKB)