Subang, Demokratis
Mosi tidak percaya tehadap kepemimpinan oknum Kepala Desa Jatimulya, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, DW diduga Din Wahidin kini semakin menyeruak, setelah sebelumnya oknum Kades tersebut dilaporkan oleh seorang warga ke Aparat Penegak Hukum (APH). Pasalnya, dituding menyelewengkan keuangan desa (baca: APBDes TA 2024 bersumber dari Dana Desa (DD)) hingga ratusan juta rupiah sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/desa.
Kini giliran puluhan warga dan tokoh masyarakat setempat yang dimotori HT, DR, dan Bsr juga melaporkan oknum Kades Jatimulya DW ke Kejari Subang dengan tuduhan serupa sepeti pelapor terdahulu.
Dari dokumen yang diterima awak media disebutkan, laporan dan pengaduan (lapdu) yang ditandatangani pelapor tertanggal 12 Januari 2025 ditujukan ke Kejari Subang dan ditembuskan ke Bupati Subang, Ketua DPRD Subang, KaPolres Subang, Ketua Pengadilan Negeri Subang, Asda-I Setda Subang, Ka Dispemdes kab.Subang, Camat Compreng, Kades Jatimulya, Ketua BPD Jatimulya dan pegiat anti korupsi.
Menurut pelapor menduga ada rekayasa, manipulasi dan mark up anggaran dalam pelaporan LPj. Dalam laporan realisasi anggaran Dana Desa (DD) yang dikirim ke Kementerian via aplikasi Siskeudes pertanggal 19 Desember 2024 dari pagu anggaran yang menggelontor ke Pemdes Jatimulya sebesar Rp855.869.000 telah terealisasi seluruhnya. Padahal fakta di lapangan banyak kegiatan yang belum dilaksanakan hingga per 19 Desember 2024.
“Itu artinya ada kebohongan publik, lantaran laporan penuh rekayasa tidak sesuai fakta di lapangan, perilaku Kades tersebut terancam dipidana,” ujarnya.
“Jika ada kegiatan yang dilaksanakan pasca pelaporan dengan sumber anggaran sama dengan menyeberang tahun (baca: pasca per 19/12/2024) itu unprosedural. Pasalnya, tidak sejalan dengan RKPDes dan APBDes perubahan TA berkenaan. Anggaran yang belum terserap mestinya menjadi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) yang selanjutnya menjadi sumber penerimaan tahun anggaran berikutnya (baca: TA 2025),” ujar Kabid Pemerintahan Desa Dispemdes Kabupaten Subang Dadi kepada awak media saat memberikan tanggapan (20/1) melalui aplikasi WhatsApp.
Terkait fenomena pembuatan SPj dan sudah dilaporkan ke Kementerian, namun kegiatan di lapangan sesungguhnya belum dikerjakan (baca: laporan fiktif), dengan nada diplomatis Dadi mengarahkan agar awak media bertanya langsung kepada Kades yang bersangkutan apakah kegiatan pembangunan yang dilaksanakan secara susulan (baca: menyeberang tahun anggaran/2025) dengan berbagai dalih keterlambatan sebagaimana diekspos secara masif oleh sejumlah media pesanan apakah sumbernya berasal dari Dana Desa TA 2024 atau dari sumber lain. Pada prinsipnya segala kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemdes Jatimulya harus sesuai regulasi yang ada.
“Terkait SPj sudah dibuat dan dilaporkan, namun kegiatan aslinya baru dilaksanakan kemudian. Terkait ini silahkan ditanyakan kepad desa ybs itu dari anggaran apa, apa dari anggarn yang bapak maksud atau dari anggr lain. Intinya semua harus berdasarkan regulasi. Htr nuhun,” tandas Dadi.
Adapun sejumlah kegiatan pembangunan hingga per 19 Desember 2024 (baca: akhir tahun anggaran 2024) tidak direalisasikan diantaranya (1). BLT DD yang seharusnya disalurkan selama 12 bulan bagi 42 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) masing memperoleh Rp300 ribu/org/bln, ternyata hanya disalurkan selama 10 bulan; (2). Pembangunan/rehabilitasi sarana prasarana Pos Yandu/Polindes pagu biaya Rp.126.313.000,- hingga sampai saat ini belum dibangun. (3). Pembangunan rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) pagu biaya Rp.30.000.000,- hanya dikerjakan 2-3 buah saja. (4). Pembangunan/Rehabilitasi/Pengerasan jalan usaha tani berbiaya Rp.113.393.400,- dan Pengerasan jalan lingkungan pemukiman/gang berbiaya Rp.17.665.000,- (5). Kegiatan keadaan mendesak Rp.88.200.000,-.
Carut marut pengelolaan keuangan desa kata sumber yang mengetahui seluk beluk pemerintahan desa Jatimulya tidak saja yang bersumber dari DD, namun pengelolaan keuangan BUMDES dari penyertaan modal hampir mencapai 500 jutaan bila ditambah hasil kelola tanah sawah seluas + 3 (tiga) bau milik inventaris SPMA Lembang (baca: Pemprov Jabar) yang tidak jelas juntrungannya terkesan dijadikan ajang korupsi.
“ Komitmen memasok sumber pendapatan APBDes senilai Rp.5.000.000,-/tiap tahunnya Nihil. Bahkan sejumlah mesin jahit Ex sarana usaha konveksi BUMDES dijual, uang hasil penjualannya konon dijadikan ajang bancakan,” ujar sumber.
Tak hanya itu pengelolaan tanah kekayaan desa seluas + 20 bau dengan harga sewa Rp.17 juta/bau tidak jelas pemanfaatannya, lantaran diduga terjadi penyimpangan kebijakan Kades DW.
Padahal, lanjut sumber kekayaan desa yang dikelola oleh Pemdes mestinya dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaran pemerintahan, Pembangunan dan pelayanan masyarakat Desa. Kalaupun untuk tambahan penghasilan perangkat desa (gajih) itu hanya 30 % dari seluruh hasil pengelolaan kekayaan desa, selebihnya 70 % untuk membiayai kepentingan penyelenggaran pemerintahan, Pembangunan dan pelayanan masyarakat Desa (Psl 100, PP Nomor 11 tahun 2019).
“ Ini mah hasil pengelolaan tanah kekayan desanya nyaris habis untuk tambahan gajih perangkat desa hingga mencapai 14,5 bau. Lihat saja seperti Kades memperoleh garapan 3 bau atau setara jika disewakan/diuangkan 17 juta/bau dikali 3 bau,” ujar sumber geram.
Terkait carut marut pengelolaan keuangan desa, para pelapor minta dan mendesak agar pihak berkompeten (auditor) dan APH segera memanggil dan memeriksa pihak-pihak yang terkait untuk dimintai keterangan. “ Jerat oknum pelakunya hingga bisa diseret ke meja hijau. Tidak usah menunggu laporan pengaduan, karena ini merupakan peristiwa pidana. Aparat Penegak Hukum (APH) dapat mencokok langsung terduga pelakunya sepanjang terpenuhinya alat bukti,” tegasnya.
Bila terbukti beri hukuman setimpal, agar ada efek jera karena uang itu berasal berasal dari uang kenduri rakyat yang dihimpun melalui pajak yang benar-benar harus dipertanggungjawabkan. Selain itu agar dijadikan cermin bagi para Kepala Desa yang masih aktif menjabat, sebab pada hakikatnya jabatan Kepala Desa adalah titipan (amanah) dan sebagai sarana untuk mensejahterakan masyarakatnya.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak-pihak berkompeten dan Kepala Desa Jatimulya sendiri belum berhasil dihubungi. (Abh)