Jakarta, Demokratis
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) secara kelembagaan akan mengajukan judicial review terkait presidential threshold (Pres-T) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Presidential threshold (Pres-T) atau ambang batas pencalonan presiden diketahui diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
Rencana itu disepakati oleh anggota DPD RI dalam sidang paripurna ke-8 masa sidang III tahun 2021-2022, di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (18/2/2022).
“Untuk mengakomodir aspirasi masyarakat dan beberapa elemen organisasi kemasyarakatan yang diperoleh ketika rapat dengar pendapat, FGD dan kunjungan kerja, maka DPD RI secara kelembagaan akan mengajukan judicial review terkait presidential threshold dimaksud ke Mahkamah Konstitusi. Apakah hari ini dapat kita setujui?” tanya pimpinan sidang, Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti.
“Setuju,” jawab anggota DPD RI serentak yang mengikuti sidang, baik fisik maupun virtual.
La Nyalla kemudian mengetuk palu sidang tiga kali.
Dijelaskan oleh La Nyalla dalam pengantar sidang, wacana calon presiden dan wakil presiden serta presidential threshold bukan gagasan baru. Namun sudah menjadi diskursus publik sejak tahun 2003 atau 2004 saat bekerjanya Komisi Kajian Ketatanegaraan (K3) MPR dan menjelang Pemilu 2009.
Dalam kesempatan itu La Nyalla juga menegaskan setidaknya ada tiga faktor yang memengaruhi dukungan atas usul calon perseorangan maupun presidential threshold.
“Pertama, kekecewaan atau ketidakpuasan terhadap pelaksanaan demokrasi. Kedua, rendahnya kepercayaan publik terhadap partai politik. Ketiga, semakin kuatnya dukungan atas ide calon perseorangan dan wacana presidential threshold 0%,” paparnya.
Menyikapi tiga hal ini, lanjutnya, DPD RI telah berupaya untuk memasukkan usulan RUU tentang Pemilihan Umum ke dalam Prolegnas RUU Prioritas tahun 2022. Namun, usulan itu tidak diakomodir oleh DPR dan pemerintah.
“Oleh karena itu kami mengapresiasi upaya hukum dari beberapa anggota DPD RI yang telah melakukan judicial review terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu ke MK. Kami mendukung upaya tersebut,” tegasnya.
Berdasarkan catatan, terdapat sembilan permohonan uji materi presidential threshold atau Pres-T yang sudah diregistrasi oleh MK. Dari sembilan permohonan tersebut, terdapat dua permohonan yang diajukan oleh lima anggota DPD RI. Bustami Zainudin dan Fachrul Razi mengajukan uji materi ketentuan presidential threshold ke MK pada 10 Desember 2021 dan teregistrasi pada 23 Desember 2021 dengan nomor perkara 68/PUU-XIX/2021. Selain itu, tiga anggota DPD RI lainnya, yakni Tamsil Linrung, Fahira Idris, dan Edwin Pratama Putra mengajukan permohonan yang diterima MK pada 27 Desember 2021 dan teregistrasi pada 5 Januari 2022 dengan nomor perkara 6/PUU-XX/2022. (Kurai)