Rabu, Oktober 15, 2025

DPR Minta Kapolri Sanksi Tegas Polisi yang Diduga Salah Tangkap Belasan Anak di Magelang

Jakarta, Demokratis

Anggota Komisi III DPR  Sarifuddin Sudding meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan sanksi tegas terhadap anak buahnya yang diduga terlibat dalam kasus dugaan salah tangkap dan kekerasan kepada belasan anak di bawah umur di Polres Magelang Kota, Jawa Tengah.

Menurut Sudding, kasus ini menjadi peringatan keras reformasi kultural di tubuh kepolisian belum selesai.

Dia pun mendesak Kapolri agar menurunkan Propam Polri dan Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) untuk melakukan penyelidikan komprehensif secara terbuka dan independen.

“Apabila terbukti ada pelanggaran etik maupun pidana, maka anggota yang terlibat harus diberikan sanksi tegas tanpa pandang bulu,” ujar Sudding, Rabu (15/10/2025).

“Akuntabilitas dan transparansi menjadi syarat mutlak agar kepercayaan publik terhadap Polri tidak runtuh,” sambungnya.

Sudding pun menyoroti fakta-fakta yang diungkap oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, di mana menunjukkan adanya praktik kekerasan fisik, intimidasi, hingga pemaksaan pengakuan terhadap anak-anak yang bahkan tidak terlibat dalam aksi demonstrasi.

“Jika benar, maka ini bukan sekadar persoalan etik atau prosedur, melainkan pelanggaran serius terhadap hukum dan kemanusiaan,” tegas Sudding.

Diberitakan, belasan anak di bawah umur diduga menjadi korban salah tangkap dan dipaksa mengaku ikut serta dalam aksi demonstrasi berujung ricuh di Polres Magelang Kota, Jawa Tengah pada Kamis (29/10/2025).

Mereka mengaku mendapat kekerasan fisik sepanjang proses interogasi oleh petugas. Para orang tua dari sebagian anak-anak tersebut kini meminta pendampingan ke LBH Yogyakarta.

Sudding lantas mengingatkan negara telah menjamin perlindungan anak dalam konstitusi serta Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam setiap tindakan hukum yang melibatkan anak, ia menyebut prinsip non-violence, fair process, dan restorative justice seharusnya menjadi acuan utama.

“Kejadian di Magelang menunjukkan lemahnya pengawasan internal dan kegagalan menerapkan prinsip proporsionalitas dalam penggunaan kekuatan oleh aparat,” ungkap Sudding.

“Penangkapan yang dilakukan tanpa dasar pembuktian yang jelas, disertai kekerasan fisik dan psikologis, menunjukkan praktik ‘asal tangkap’ yang tidak dapat ditoleransi dalam negara hukum,” lanjut dia.

Sudding juga meminta Komnas HAM dan KPAI untuk turut mengawal kasus ini melalui investigasi eksternal guna memastikan pemulihan hak anak, baik dari sisi medis, psikologis, maupun sosial. Ia menekankan bahwa negara memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memulihkan trauma dan menghapus stigma terhadap anak-anak yang menjadi korban.

“Komisi III DPR juga akan menggunakan fungsi pengawasannya untuk memanggil pihak-pihak terkait, termasuk Kapolda Jawa Tengah, Kapolres Magelang Kota, serta perwakilan LBH Yogyakarta dan KPAI, guna memperoleh penjelasan menyeluruh dan memastikan langkah perbaikan dilakukan secara sistemik,” kata Sudding.

Anggota Komisi Hukum DPR ini menegaskan, Polri harus membuktikan mereka bukan hanya institusi penegak hukum, tetapi juga penjaga martabat manusia. Menurut Sudding, kekuasaan tanpa kendali etika dan empati akan melahirkan ketidakadilan baru.

“Reformasi Polri tidak boleh berhenti pada perubahan seragam dan slogan, tetapi harus menyentuh cara berpikir dan bertindak di lapangan,” katanya.

“Keadilan bagi anak-anak Magelang bukan sekadar tuntutan hukum, melainkan ujian moral bagi kita semua, apakah negara ini sungguh berpihak pada perlindungan anak dan nilai-nilai kemanusiaan yang beradab. Karena dalam setiap tindakan aparat negara, seharusnya tercermin pesan sederhana namun mendalam, hukum harus melindungi, bukan melukai,” pungkas Sudding. (EKB)

Related Articles

Latest Articles