Jakarta, Demokratis
Komisi VIII DPR mulai ancang-ancang merevisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana atau UU Penanggulangan Bencana. Langkah ini diambil menyusul evaluasi penanganan banjir besar di Sumatera yang dinilai masih menyisakan persoalan, terutama dalam aspek koordinasi lintas lembaga.
Anggota Komisi VIII DPR, M Husni, menyebut lemahnya koordinasi antarkementerian dan lembaga berdampak pada distribusi bantuan yang tidak optimal. Meski bantuan telah disalurkan, efektivitas dan ketepatan sasaran dinilai masih belum maksimal.
“Bantuannya masuk, tetapi apakah sasaran yang dituju tercapai? Jawabannya belum,” ujar Husni, dikutip dari laman JDIH DPR, Jumat (26/12/2025).
Politisi Partai Gerindra ini menjelaskan, persoalan utama terletak pada belum terintegrasinya peran masing-masing kementerian dan lembaga dalam satu sistem komando yang jelas. Kondisi tersebut diperparah dengan status Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang masih berbentuk lembaga nonkementerian.
Menurut Husni, situasi tersebut menyebabkan setiap instansi bergerak sendiri-sendiri meski TNI dan Polri turut terlibat dalam penanganan bencana. Akibatnya, koordinasi lapangan tidak berjalan optimal.
“Walaupun TNI dan Polri ikut membantu, kalau integrasinya tidak nyambung, semuanya bergerak sendiri-sendiri,” katanya.
Atas dasar itu, Komisi VIII DPR mewacanakan revisi UU Penanggulangan Bencana dengan salah satu poin penting berupa usulan peningkatan status BNPB menjadi kementerian. Diharapkan, perubahan ini dapat memperkuat fungsi komando dan memperjelas koordinasi dalam penanganan bencana nasional.
Saat ini, revisi UU Penanggulangan Bencana belum masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2026. Namun, Husni menyatakan Komisi VIII DPR tengah mengupayakan agar revisi tersebut dapat masuk agenda pembahasan.
“Mudah-mudahan 2026 bisa masuk prolegnas dan dibahas lebih cepat,” pungkasnya. (EKB)
