Jumat, November 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

DPR Tanggapi Erick yang “Ngamuk” Mengetahui Gaji Staf Direktur BUMN Ratusan Juta

Jakarta, Demokratis

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengeluarkan surat edaran bernomor SE-9/MBU/08/2020 terkait pengangkatan staf ahli oleh direksi BUMN agar lebih transparan dan akuntabel. Agar penataan personalia di lingkungan BUMN tidak lagi serampangan.

Erick mengakui, selama ini banyak terjadi pengangkatan staf ahli direksi BUMN secara serampangan, baik dari jumlah maupun gaji. Bahkan, Kementerian BUMN menemukan gaji staf ahli direktur BUMN mencapai ratusan juta per bulan.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Andre Rosiade mengapresiasi kebijakan Menteri BUMN Erick Thohir yang dinilai transparan terkait kebijakan pengangkatan staf ahli direktur BUMN.

“Saya selaku Anggota Komisi VI DPR RI mengapresiasi transparansi yang dilakukan oleh Menteri BUMN Erick Thohir melalui kebijakan yang dikeluarkannya. Ini memperjelas, daripada ada titipan, publik pun bisa melihat. Sebelumnya jumlah staf ahli direksi BUMN tidak diatur tegas,” ungkap Andre kepada wartawan, Selasa (15/9).

Andre menuturkan, dengan adanya Surat Edaran Menteri BUMN terkait pengangkatan staf ahli direktur BUMN bernomor SE-9/MBU/08/2020 justru menjukkan bahwa pemerintah menginginkan adanya transparansi, akuntabilitas, dan penertiban dalam mengelola korporasi atau perusahaan milik pemerintah. Sehingga, Perusahaan BUMN bisa semakin profesional dan fokus dengan core business nya.

“Di era Erick Thohir ada perampingan dan restrukturisasi BUMN agar BUMN semakin profesional dan fokus ke core businessnya. Perlahan-lahan jumlah BUMN semakin sedikit, peran staf ahli memungkinkan untuk mendukung hal ini agar BUMN menjadi lebih baik. Karena itu, dengan adanya surat edaran ini menjadi standard yang jelas untuk mengatur staf ahli di BUMN,” katanya.

Sementara itu, Pengamat Badan Usaha Milik Negara dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto menilai langkah Kementerian BUMN dalam pengaturan staf ahli perusahaan milik negara sudah tepat.

Ia menyebut aturan tersebut dapat menertibkan praktik yang selama ini sudah berlangsung cenderung tidak transparan. Edaran tersebut diharapkan dapat meningkatkan praktik good governance di BUMN.

“Aturan ini untuk memperbaiki praktik yang sudah ada, yang selama ini mungkin belum diatur. Supaya bisa lebih jelas aspek governance-nya,” kata Toto.

Selain itu Toto memperkirakan, tidak semua direksi BUMN akan menerapkan kebijakan tersebut. Pasalnya posisi staf ahli di BUMN bukanlah suatu kewajiban.

Menurutnya, perekrutan staf ahli hanya akan dilakukan oleh BUMN yang memiliki kompleksitas persoalan tinggi serta membutuhkan akses jaringan eksternal yang kuat. Di luar itu, Toto menilai penunjukan staf ahli bagi direksi BUMN tidak dibutuhkan.

“Saya perhatikan bahwa tidak semua direksi BUMN akan mempekerjakan staf ahli, karena posisi ini bukan posisi yang mandatory,” katanya.

Oleh karenanya Surat Edaran Menteri BUMN mengenai pengangkatan staf ahli bagi direksi, belum tentu diterapkan oleh semua BUMN. Karena Toto menilai tidak semua direksi BUMN memperkerjakan staf ahli.

Hanya BUMN yang memiliki kompleksitas persoalan besar dan butuh akses external yang kuat, disebut Toto biasanya menunjuk staf ahli.

“Hanya BUMN yang kompleksitas persoalan besar dan butuh akses external yang kuat, biasanya menunjuk staf ahli. Di luar itu saya duga tidak banyak BUMN yang menunjuk posisi terebut,” ujar Toto Kamis (10/9).

Adapun dalam aturan Surat edaran bernomor SE-9/MBU/08/2020, Direksi BUMN diperbolehkan memperkerjakan staf ahli paling banyak lima orang. Serta diatur juga mengenai gaji bagi satu orang staf ahli di perusahaan plat merah maksimal Rp 50 juta.

Toto menilai bahwa besaran honor yang diatur tergantung kompleksitas dari masing-masing BUMN. Artinya bisa saja BUMN memberikan gaji kepada staf ahlinya lebih rendah dari patokan tersebut, terkait dengan kondisi keuangan masing-masing BUMN.

“Menurut saya nilai itu relatif dikaitkan dengan kompleksitas urusan yang dihadapi BUMN tersebut. Kalau misal staf ahli Direksi di lingkungan perusahaan sekelas Pertamina atau PLN ya Saya kira wajar saja pada angka maximal tersebut. Tapi kalau di lingkungan BUMN lain dengan size lebih kecil mungkin angkanya akan menyesuaikan lebih rendah, itupun kalau dirasa perlu menunjuk Staf Ahli Direksi,” tukas Toto. (Red/Dem)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles