Sukabumi, Demokratis
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sukabumi menggelar rapat paripurna ke 39 tahun sidang 2025. Dengan membahas sekaligus menyetujui kedua rancangan peraturan daerah (Raperda) strategis, yaitu Raperda tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sukabumi Tahun Anggaran (TA) 2026 serta Raperda tentang Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan, dilaksanakan di ruang rapat utama DPRD, Selasa (14/10/2025).
Agenda paripurna meliputi penyampaian laporan Badan Anggaran (Bangar) DPRD terkait Raperda APBD 2026, laporan Komisi III DPRD mengenai penataan pusat perbelanjaan, pengambilan keputusan terhadap dua Raperda tersebut, hingga penyampaian pendapat akhir dari Bupati Sukabumi.
Bupati Sukabumi, H Asep Japar dalam sambutannya menyampaikan bahwa penyusunan APBD 2026 dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai asumsi makro ekonomi, pendapatan, serta kebutuhan belanja dan pembiayaan daerah.
“Penyesuaian dilakukan agar anggaran yang terbatas bisa dimanfaatkan secara optimal untuk program-program prioritas yang paling berdampak bagi masyarakat,” ujar Bupati.
Ia juga mengapresiasi seluruh anggota dewan yang telah memberikan catatan, koreksi, serta masukan selama proses pembahasan. Menurutnya, kerja sama antara DPRD dan pemerintah daerah menjadi kunci dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan dan pembangunan yang lebih baik.
Bupati menambahkan, sesuai ketentuan PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, rancangan APBD yang telah disetujui bersama akan disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat untuk dievaluasi sebelum ditetapkan menjadi peraturan daerah.
Bupati menyebut, regulasi baru ini disusun untuk memperkuat sektor ekonomi daerah agar pertumbuhan antara pusat perbelanjaan modern dan usaha kecil menengah tetap seimbang.
“Pusat perbelanjaan, swalayan, pasar rakyat, dan UMKM memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi daerah. Karena itu, perlu ada penataan agar semua bisa tumbuh bersama tanpa saling mematikan,” jelasnya.
Dalam Raperda tersebut, Pemkab Sukabumi akan mengatur zonasi lokasi pendirian pusat perbelanjaan dan toko swalayan, kuota pembangunan, jarak minimal dari pasar rakyat, hingga jam operasional. Penetapan zonasi nantinya mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Sukabumi.
Tak hanya itu, setiap toko swalayan berbentuk minimarket, supermarket, hypermarket, atau grosir juga diwajibkan menjalin kemitraan dengan pelaku UMKM dan Industri Kecil Menengah (IKM). Regulasi ini turut memuat ketentuan mengenai sanksi administratif bagi pelaku usaha yang melanggar.
Bupati berharap, penetapan Raperda tersebut bisa menjadi landasan hukum yang kuat bagi pengelolaan pusat perbelanjaan dan swalayan di Kabupaten Sukabumi sertakebijakan ini bisa mendorong kemitraan yang adil antara pelaku usaha besar dan kecil, sehingga ekonomi daerah bisa tumbuh secara berkelanjutan.
“Tujuannya agar tercipta ketertiban, kepastian hukum, serta perlindungan bagi UMKM dan pasar rakyat agar bisa berkembang, tangguh, dan mandiri,” ujarnya.
“Dengan sinergi ini, kami ingin mewujudkan Kabupaten Sukabumi yang maju, unggul, berbudaya, dan berkah,” tutupnya.
Di temapat yang sama, Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi, Budi Azhar Mutawali, mengatakan dalam pelaksanaan rapat hari ini adalah persetujuan RAPBD tahun 2026, yang selanjutnya akan disampaikan kepada gubernur jawa barat untuk dievaluasi. Kemudian yang kedua pengambilan keputusan tentang RAPBD Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan. Nah, kalau yang pasar swalayan sudah selesai, tinggal nanti digunakan agar menjadi raperda yang definitif tentunya.
Lebih lanjut, Budi Azhar menjelaskan poin inti dalam Raperda toko swalayan adalah untuk menciptakan keadilan, sehingga UMKM dan masyarakat yang berjualan biasa dapat tertata dengan baik, serta keberadaan pasar swalayan tidak mengganggu pasar-pasar tradisional.
Raperda ini mengatur zonasi wilayah, dan akan disosialisasikan secara utuh agar jelas bagi semua pihak. Tujuannya adalah agar semua investor di Kabupaten Sukabumi merasa aman dan nyaman, pasar tradisional tetap terjaga, dan UMKM juga tetap bisa berkembang di setiap wilayah. Saat ini, belum ada batasan jumlah swalayan, namun akan tetap mempertimbangkan kearifan lokal. (Iwan)

