Jumat, November 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

DPRD Deman Pansus Refocusing Anggaran Covid-19

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di banyak daerah ramai-ramai demam membentuk Pansus (panitia khusus) atas refocusing anggaran Covid-19. DPRD yang membentuk Pansus untuk refocusing anggaran Covid-19 antara lain: DPRD Lawu-Sulsel, Makasar, Mamaju-Sulsel, Baru Selatan (Bursel)-Maluku, Maluku Utara, Kota Tidure Kepulauan, Kota Batam, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Banjarmasin-Kalsel, Banjar Baru, Barito Selatan, Medan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepri, Bengkalis, Muko-Muko-Bengkulu, Mataram, Bogor, Cirebon Kota, Surabaya (batal kalah voting), Palopo (rencana) dan Indramayu (dengan Keputusan DPRD Indramayu No. 171.1/03/Kep/Dprd/2020).

Adanya refocusing anggaran Covid-19 karena Pemerintah telah mengeluarkan  Kepres No: 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nasional Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional, PP No: 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), pada 31/3/2020, Perpu No: 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penangangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, pada 31/3/2020. Permenkes RI No: 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar pada 3/4/2020.

Regulasi yang melandasi perlunya segera dilakukan refocusing anggaran Covid-19 adalah antara lain, Permenkeu No: 19/PMK.07/2020 tentang Penyaluran dan Penggunaan DBH (Dana Bagi Hasil), DAU (Dana Alokasi Umum), dan DID (Dana Intensif Daerah) TA 2020 Dalam Rangka Penanggulangan Corona Virus Disease Covid-19, pada 16/3/2020. Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan No: 119/2813/SJ. Nomor 117/KMK.07/2010 tentang Percepatan Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2020 Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), Serta Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional, pada 9/4/2020, karena bencana wabah pandemi Covid-19 harus sesegera mungkin ditangani secara serius, tidak bisa ditunda, menunggu perubahan anggaran yang dalam kebiasaan normal kondisinya, yaitu Agustus hingga Oktober dalam pembahasan bersama dengan DPRD. Dengan dikeluarkannya regulasi tersebut, maka setiap daerah bisa dengan cepat melakukan penyesuaian anggaran dalam penanggulangan bencana pandemi Covid-19 untuk anggaran obat-obatan, peralatan dan perlengkapan medis dan intensif para medis. Anggaran untuk pengaman jaring sosial bagi masyarakat yang terkena dampak akibat diberlakukannya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Adanya Kepmenkeua RI No. 10/KM.7/2020 tentang Penundaan Penyaluran DAU dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Pemerintah Daerah Yang Tidak Menyampaikan Laporan Penyesuaian anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020.

 

Posisi DPRD?

Posisi DPRD dalam hal kebijakan refocusing anggaran Covid-19 berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan No: 119/2813/SJ. Nomor 117/KMK.07/2010 tentang Percepatan Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2020 Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), Serta Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional, adalah DPRD agar melakukan pengawasan terhadap proses penyesuaian APBD TA 2020 di masing-masing daerah (Keputusan KEDUABELAS: B), sama halnya Inspektorat dengan APIP-nya hanya untuk melakukan pengawasan (Keputusan KEDUABELAS: A). Oleh karena itu, dalam melakukan refocusing anggaran Covid-19 eksekutif tidak perlu meminta persetujuan legislatif lagi, karena dalam kondisi tidak normal, darurat bencana nasional, sebagaimana halnya dalam kondisi normal, perubahan APBD harus melibatkan dan atau dibahas bersama legislatif.

Dengan fungsi pengawasan terhadap proses penyesuaian APBD tersebut, berarti DPRD bisa mengingatkan, menegur dan atau memberikan rekomendasi terhadap proses penyesuaian dan hasil dari pengawasan terhadap proses itu sendiri jika ada anggaran yang menabrak regulasi yang ada, tidak tepat sasaran, anggaran yang tidak efektif, tidak efisien dalam penanganan pandemi Covid-19, termasuk anggaran untuk jaring pengaman sosial (Bansos) kepada penerima dampak dari pandemi Covid-19 itu sendiri.

Refocusing anggaran Covid-19 tersebut tentu harus berdasarkan basis data yang akurat (valid) yang menyangkut pemetaan diberlakukannya PSBB, apakah total ataukah PSBB parsial, pemetaan atas zona penyebaran pandemi Covid-19, karena implementasi dan perlakuan besaran anggarannya akan berbeda antara yang berkategori zona merah, kuning dan hijau. Itu semua, masuk dalam ranah fungsi pengawasan terhadap proses penyesuaian APBD yang menyangkut kebutuhan belanja untuk alokasi pengadaan obat-obatan, peralatan dan perlengkapan kesehatan dan intensif tenaga medis yang menjadi kebutuhan mendesak, tak terelakan situasi dan kondisinya.

Ranah berikutnya dalam fungsi pengawasan DPRD terhadap proses penyesuaian anggaran adalah validitas basis data bagi calon penerima Bansos yang terkena dampak diberlakukannya PSBB, sehingga penyesuaian anggaran tersebut tidak salah hitung, karena kelemahan bangsa kita yang paling utama dalam matematika adalah dalam hal pembagian. Untuk hal penambahan (tambah-tambahan), pengurangan (kurang-kurangan) dan perkalian (kali-kalian), deret hitung dan deret ukur adalah jagonya atau sangat piawai, bahkan tanpa kalkulator pun lancar, di luar kepala, tetapi dalam hal pembagian, minta ampun buruknya.

Di beberapa daerah (seperti DPRD Indramayu), DPRD ngotot bahkan mengultimatum eksekutif untuk tidak menyetujui refocusing anggaran yang dibuatnya, dengan alasan karena tanpa melibatkan DPRD dalam melakukan penyesuaian angaran atau dewan tidak diajak bicara. Persoalan seperti itu menjadi berlarut-larut, sehingga ada banyak daerah yang mendapatkan warning dari Kementerian Keuangan karena dalam batas waktu yang telah ditentukan belum juga daerah mengirimkan laporan penyesuaian anggarannya. Provinsi Jawa Barat ada sebanyak 20 daerah (termasuk Kabupaten Indramayu) yang mendapat sanski penundaan DAU 35%.

Jadi jelaslah bahwa posisi DPRD dalam refocusing anggaran Covid-19 adalah melakukan pengawasan terhadap proses penyesuaian anggaran, sama halnya Inspektorat dengan APIP-nya (Aparat Pengawas Internal Pemerintah). Bukan fungsinya untuk mengetuk palu, apakah menyetujui atau mengesahkan refocusing anggaran Covid-19 atau tidak menyetujui (apalagi memboikot) penyesuaian anggaran yang telah dibuat eksekutif dengan berbagai hal alasan.

Untuk bersikeras membentuk Pansus, legislatif pun berupaya menggelindingkan bola panas untuk membentuk dan atau menggiring public second opinion, sehingga legislatif terkesan sangat peka untuk mendengarkan aspirasi dalam ranah ruang publik. Public second opinion tersebut dipakai sebagai argumentasi pembentukan Pansus. Sekedar untuk beralibi dan berapologi. Hal tersebut terjadi di banyak daerah, padahal, tanpa harus beralasan karena (seolah-olah) adanya tekanan publik dan atau menguatnya public scond opinion.

 

Untuk Apa Pansus?

Landasan Pansus adalah pasal 64 Ayat 1 PP No. 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Pansus dibentuk untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang yang tidak bisa ditangani satu alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap. Dalam penanganan Covid-19 ada fungsi, tugas, dan wewenang DPRD yakni pengawasan. Masa kerja Pansus: a. paling lama I (satu) tahun untuk tugas pembentukan Perda; atau b. paling lama 6 (enam) bulan untuk tugas selain pembentukan Perda. Pansus melaporkan tugas sebelum akhir masa kerja dalam rapat paripurna. Pasal 64 ayat 1 PP 12/2018 berbunyi: Pansus dibentuk dalam rapat paripurna atas usul anggota DPRD setelah mendapat pertimbangan Banmus.

Pansus dibentuk manakala ada suatu kebijakan yang diterindikasi kuat ada hal-hal yang sangat krusial dan berdampak luas terhadap masyarakat atas kebijakan yang dikeluarkan eksekutif. Untuk itu, pembentukan Pansus harus berdasarkan urgensinya yang akan berdampak luas merugikan masyarakat, sehingga berpotensi terjadinya kerugian keuangan dan atau perekonomian negara.

Dengan Pansus, hak angket dengan sendirinya menyertai Pansus. Karena, hal-hal yang krusial sifatnya atas kebijakan yang (akan) berdampak luas kepada masyarakat yang akan mengakibatkan terjadinya kerugian negara, maka hak angket menjadi kebutuhan mendasar untuk bisa menghasilkan kesimpulan dalam hasil kerja Pansus. Hak angket adalah sebuah hak untuk melakukan penyelidikan dengan membentuk Pansus DPRD. Tanpa menindaklanjuti hak angket, Pansus hanya sekedar seksi-seksian saja, tidak akan menghasilkan rekomendasi yang dimaksudkan dalam dan atau oleh Pansus itu sendiri.

Dalam kerja Pansus, legislatif harus melibatkan publik kritis yang kompeten dalam masalah dan atau dalam persoalan yang dipansuskan, dalam hal ini refocusing anggaran Covid-19 dan implementasi dari anggaran tersebut. Publik kritis yang kompeten dalam pasal 66 dikatakan sebagai kelompok pakar dan tim ahli. Kelompok pakar dan tim ahli merupakan alat kelengkapan DPRD, diangkat dan diberhentikan dengan keputusan Sekretaris DPRD sesuai dengan kebutuhan atas usul anggota DPRD, pimpinan fraksi, dan pimpinan alat kelengkapan DPRD. Kelompok pakar dan tim ahli bekerja sesuai dengan pengelompokan tugas dan wewenang DPRD yang tercermin dalam alat kelengkapan DPRD.

Tujuan atau kepentingan dibentuknya Pansus (refocusing anggaran Covid-19) adalah untuk menjawab persoalan dan atau untuk menguji kebenaran atas adanya indikasi potensi kerugian negara atas kebijakan yang menjadi keputusan eksekutif yang akan berdampak luas kepada masyarakat. Jika ternyata sungguh-sungguh adanya potensi kerugian negara dan atau menjadi berdampak luas kepada masyarakat atas kebijakan yang diambil, maka Pansus harus menelurkan rekomendasi sebagai pertanggungjawaban kerja Pansus.

 

Rekomendasi Pansus

Jika pembentukan Pansus refocusing anggaran Covid-19 dengan argumentasi bahwa ada hal yang dianggap krusial dan atau ada indikasi berdampak luas terhadap kepentingan masyarakat yang berpotensi terjadinya kerugian keuangan negara, maka Pansus mau tidak mau, harus menghasilkan rekomendasi untuk penegakan hukum, jika ternyata adanya temuan-temuan atas indikasi terjadinya kerugian keuangan negara yang berdampak luas terhadap masyarakat.

Temuan-temuan tersebut, tentu karena dalam kerja Pansus didasari atas hak angket (penyelidikan) yang melibatkan publik kritis yang disebut kelompok pakar dan tim ahli yang kompeten dalam masalah yang dipansuskan, dalam hal ini persoalan refocusing anggaran Covid-19 baik secara regulasi maupun pengalokasian anggaran untuk penanggulangan dan pemutusan mata rantai penyebaran pademi Covid-19.

Tidak ada argumentasi yang bisa dijadikan apologi jika Pansus tidak memberikan rekomendasi ke APH (aparat penegak hukum) atau institusi penegak hukum, karena pembentukan Pansus telah melampaui hasil kerja pengawasan yang diamanatkan dalam regulasi SKB Kemendagri dan Kemenkeu, di mana hasil dari kinerja pengawasan tersebut dan atau karena adanya temuan-temuan tersebut, maka DPRD bisa memberikan rekomendasi terhadap eksekutif untuk langkah perbaikan, bisa dengan mekanisme rapat kerja antara DPRD dengan eksekutif (OPD/SKPD), yang jika rekomendasinya diabaikan oleh eksekutif, maka hal-hal yang krusial dan yang menjadi temuan yang telah direkomendasikan tersebut statusnya dinaikkan ke dalam Pansus atau harus di-Pansus-kan, yang rekomendasinya adalah ke APH.

Jika kemudian kerja Pansus tidak menemukan adanya temuan-temuan yang berdampak luas kepada masyarakat yang akan mengakibatkan terjadinya kerugian negara, maka atas alasan pokok (utama) ada persoalan yang dianggap krusial dan atau adanya indikasi yang berdampak kepada masyarakat luas yang berpotensi terjadinya kerugian keuangan negara, hal tersebut menunjukkan pembentukan Pansus sekedar untuk seksi-seksian belaka dan atau hanya sekedar mengidap demam Pansus dan atau latah Pansus. Padahal, di depan pelupuk mata, banyak yang menari-nari di atas air mata corona (Covid-19), mulai dari proses perencanaan penyesuaian anggaran hingga sampai pada implementasi anggaran akan kebutuhan untuk Covid-19 itu sendiri maupun implementasi anggaran untuk jaring pengaman sosial yang terkena dampak pandemi Covid-19 atas diberlakukannya penerapan PSBB baik parsial maupun total. ***

 

*)Penulis adalah Penyair, Peneliti sekaligus Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD) dan Accountant Freelance, tinggal di Desa Singaraja. HP/WA: 0819 3116 4563. Email: jurnalepkspd@gmail.com

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles