Pentolan LSM El-BARA Yadi Supriadi S Thi: Dugaan Markup Berpotensi Merugikan Anggaran Negara Rp 3 Miliar
Subang, Demokratis
Sedikitnya ada empat permasalahan terkait kucuran bantuan sosial terdapak Covid-19 yang terungkap pada kesimpulan audensi antara DPRD Kabupaten Subang dengan Dinas Sosial, Dinas Pemerintahan Desa, Kepala Desa, Camat, serta Ormas KAMPAK di ruang sidang DPRD Kabupaten Subang, Jumat pekan lalu.
Audiensi tersebut dipimpin Wakil Ketua DPRD Elita Budarti (Golkar), Aceng Kudus (Gerindra) dan Lina Marliana (PKB). “Setidaknya ada empat yang mengemuka dalam realisasi Bansos bersumber dari APBD Kabupaten Subang. Nah, ini kita coba luruskan, karena ini bisa menjadi preseden buruk, karena judulnya Bansos Bupati,” kata Elita Budirati.
Elita menjelaskan, empat permasalahan tersebut adalah: Pertama, ketidak sesuaian kuantitas dan kualitas barang yang diterima oleh penerima manfaat. Kedua, kualitas natura tidak sesuai seperti beras dari beberapa sample kulaitasnya tidak sesuai. Ketiga, adanya dugaan pemotongan nilai bantuan di sejumlah kecamatan. Dan Keempat, kedapatan sejumlah KPM yang tidak sesuai dengan kriteria.
Politisi Golkar itu menegaskan nilai Bansos dari Pemkab yang dibagikan ke Keluarga Penerima Manfaat (KPM) itu Rp 500 ribu dengan perincian Rp 150 ribu uang tunai, dan sisanya Rp 350 ribu berupa sembako.
“Nah, untuk sembako ini, pertama setelah dilakukan perbandingan harga, nilai yang diterima KPM ini ada selisih Rp 108 ribu/KPM, yang diterima warga nilainya itu Rp 242 ribu bukan Rp 350 ribu. Yang kedua, kualitasnya, seperti beras dari beberapa sample kualitasnya tidak sesuai,” terang Elita.
Masalah ketiga, jelas Elita, ada dugaan pemotongan bantuan di salah satu kecamatan, sebesar Rp 30 ribu per penerima manfaat.
Masalah keempat yang menjadi sorotan, adalah kedapatan data penerima tidak sesuai dengan kriteria. Dia mencotohkan, ada PNS dan atau pensiunan masih menerima. Dia menegaskan, bantuan Covid-19 itu sasarannya sama, semua boleh mendapatkan kecuali mereka yang mampu dan mendapatkan gaji dari negara.
“Kunci utamanya adalah salah sasaran, karena banyak yang tidak mampu mendapat, dan yang mampu mendapatkan,” tegasnya.
Dengan temuan itu, Elita meminta pihak eksekutif untuk menyikapi serius dan mem-follow-up, baik dari soal pendataan penerima, kualitas, kuantitas penerima bantuan. “Harus, harus ditindak lanjuti jadi ke depan tidak terulang lagi,” tandasnya.
Kabid Penanganan Fakir Miskin Dinas Sosial Saeful Arifin mengatakan, empat permasalahan itu akan menjadi evaluasi ke depan agar lebih baik. “Betul ini akan menjadi evaluasi untuk lebih baik lagi,” kata Saeful.
Pentolan LSM El-BARA Yadi Supriadi S Thi saat dimintai tanggapannya terkait adanya ketidak sesuaian selisih harga sembako per paketnya mencapai Rp 108.000/KPM, mengutarakan bila dikalkulasi sebanyak tidak kurang 30 ribuan KPM maka markup anggaran mencapai Rp 3,24 miliar.
“Artinya secara matematis bila ada selisih harga Rp 108.000 dikalikan sebanyak 30.000 KPM, maka negara berpotensi dirugikan mencapai lebih dari Rp 3 miliaran,” tandasnya.
Tak hanya itu, dugaan penyelewengan dana bersumber Dana Desa (DD) peruntukan pengadaan rumah isolasi warga terpapar Covid-19 di banyak desa mestinya biaya dibayarkan menyewa/kontrak bangunan rata-rata sewanya antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta/bulan. Namun biaya tersebut diduga tidak digunakan sesuai peruntukkannya.
Hal itu dibenarkan dan diakui salah satu Pendamping Desa Sukatani Sutrisno. Pihaknya menjelaskan sulitnya mencari bangunan rumah/gedung isolasi, sehingga terpaksa menggunakan Pos Linmas Desa, padahal bila dilihat keberadaan bangunan dinilai tidak layak, baik ukuran gedung atau fasilitas lainnya (kamar mandi/WC-Red).
Ketika disinggung pembayaran sewa/kontrak gedungnya, “Biaya peruntukkan sewa/kontrak gedung dialihkan untuk BOP Bidan dan anggota Satgas Covid Desa yang kegiliran jaga di bascamp/gedung isolasi,” ujarnya berdalih. (Abh)