Oleh Masud HMN *)
Membayangkan Prabowo dan Joko Widodo seperti dua balam sepematang ada benarnya. Kekuasaan kembar saling mendukung. Perkongsian dari dua kekuasaan.
Mungkin ini terlalu ideal dalam praktek. Bukannya mustahil, tetapi sulit diaplikasikan di lapangan. Gampang diucapkan tetapi sulit untuk mempraktekkanya.
Identik di era Orde Lama dengan peristiwa Ali Murtopo dengan Suharto. Nampaknya dua tokoh ini kompak bersatu, tapi tersembunyi konflik dan pertentagan. Buktinya Ali Muropo sebagai Menteri Penerangan dipecat.
Pencopotan Menteri Penerangan Ali Murtopo menggantinya dengan Harmoko tidaklah penggantian biasa. Sama saja dengan “ngenyek” Ali Murtopo. Yang Suharto mengganti dengan orang jauh di bawah level.
Di sini nampaklah perpecahan yang nyata. Ali Murtopo diambil kekuasannya dan menjadi tak berkuasa lagi. Tetapi apa mau dikata itulah yang terjadi.
Kembali dengan situasi Prabowo dan Joko Widodo hampir tak ada bedanya. Maksudnya dua “matahari kembar”. Sedang nampak terjadi di langit zaman.
Secara praktek teori “matahari kembar” tak akan berlansung lama. Teori yang terdapat hanya dalam teori. Tetapi tidak langgeng dalam kenyataan.
Misal lain dari kekuasaan matahari kembar contoh dari lembaga Dewan Pertimbangan Agung (DPA) akan dihidupkan kembali. Ini menjadi tangan kekuasaan Joko Widodo mengawasi Prabowo Sugianto dalam kekuasaan. Dua kekuatan yang satu adalah kekuasaan Presiden Prabowo dan yang satu lagi kekatan kekuasan Joko Widodo. Presiden yang berkuasa dalam pemerintahan, dan Dewan Pertimbang Agung dalam kekuasaan Joko Widodo.
Inilah yang akan diputuskan dalam satu bulan ini. Tampaknya akan sukses lantaran Joko Widodo selama satu bulan ini masih berkuasa. Partai PDIP setuju saja karena dapat memasukkan Ribka Tjiptaning sebagai anggota DPA, karena pengganti yang tidak terpilih jadi anggota Perlemen Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI).
Ini memperjelas kreatif tersembunyi dari dua matahari kembar kekuasan dengan berfungsinya tokoh komunis Ribka Tjiptaning dari PDIP selama ini. Akal-akalan Joko Widodo setelah tidak lagi jadi Presiden.
Dengan paparan di atas kita memahami teori “adanya matahari kembar kekuasaan“. Meskipun sulit dalam praktek, tetapi teori itu tetap ada. Menjadi langkah kreatif pihak dalam berkuasa. Wallahu a’lam bishawab.
Jakarta, 6 Agustus 2024
*) Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta