Subang, Demokratis
Merebaknya dugaan tindak pidana korupsi yang melanda lembaga pemerintahan desa di Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, terkait dengan sengkarut pengelolaan keuangan desa yang berpotensi merugikan keuangan negara/desa, ini dipicu akibat lemahnya implementasi peraturan perundang-undangan serta pengawasan dan penerapan sanksi hukum.
Pengelolaan keuangan desa seharusnya merujuk pada asas-asas transparansi, akuntabel, partisipatif, tertib dan disiplin anggaran sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang  Desa dan peraturan pelaksanaannya serta Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Memang terlihat di sekitar kantor desa terpampang baliho berukuran jumbo, tertulis angka-angka APBDes untuk mengesankan seolah transparan dalam mengelola keuangan desa, namun ironisnya tidak diikuti laporan perkembangannya. Jadi sama saja dengan bohong, lantaran masyarakat tetap saja sulit untuk turut terlibat mengawasi.
Namun aspek-aspek itu disinyalir diabaikan oleh sejumlah oknum Kades. Contoh kasus dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang kini tengah melanda Pemdes Sukatani, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Kades Sukatani Abrmn ketika mengelola anggaran desa (baca : Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa/APBDes) terkesan tidak tertib dan akuntabel, sepertinya sudah terkontaminasi wabah virus korupsi yang akut, sehingga berpotensi merugikan keuangan desa hingga puluhan juta bahkan mencapai ratusan juta rupiah.
Adapun modus operandi penjarahan dana anggaran desa ketika program (baca: kegiatan fisik) itu digelar, dengan cara mengurangi volume fisik, pengadaan material tidak sesuai dengan spek teknis dan RAB, mark up upah tenaga kerja (HOK), menyunat pagu anggaran, adanya joki pembuatan SPJ dan atau SPJ fiktif.