Subang, Demokratis
Para pelaku tindak pidana korupsi bukan orang-orang susah yang butuh uang buat bayar sewa rumah atau orang kelaparan yang tak pernah punya uang untuk makan. Mereka adalah orang-orang kaya yang memiliki harta berlimpah dan memiliki jabatan di posisinya, mereka memang cinta uang yang tak pernah merasa cukup dan puas dengan harta yang dimilikinya.
Tengok saja perangkat desa ketika mengelola keuangan desa di tubuh Pemerintahan Desa Kediri, Kecamatan Binong, Kabupaten Subang sepertinya sudah terkontaminasi virus korupsi yang akut.
Memang terlihat di sekitar kantor desa terpampang baliho ukuran jumbo tertulis angka-angka APBDes untuk mengesankan seolah transparan dalam mengelola keuangan desa, namun tidak diikuti laporan perkembangannya, sehingga masyarakat sulit untuk turut terlibat mengawasinya.
Adapun modus operandi penjarahan dana keuangan desa ketika program itu digelar (fisik) dengan cara mengurangi volume fisik, pengadaan material tidak sesuai dengan standar pekerjaan (spek) teknis dan RAB, mark up upah tenaga kerja (HOK). Selain itu adanya joki pembuatan SPJ dan atau SPJ fiktif, dengan itu pihak-pihak yang terlibat membuat administrasi bodong (aspal-red) dianggap telah melakukan pembohongan publik, sehingga terancam dipidana. Selain itu adanya pemotongan dana-dana program. Kesemua tindakan tidak terpuji itu, sehingga berpotensi merugikan keuangan desa/negara hingga mencapai ratusan juta rupiah.
Menurut sejumlah sumber yang mengetahui seluk beluk Pemerintahan Desa Kediri dan hasil investigasi di lapangan menyebutkan, di berbagai sektor kegiatan pembangunan diduga nyaris dikorupsi di antaranya pembangunan jalan rabat beton di gang RT 08/02, volume panjang 94 M, lebar 2,5 M, tinggi 0,10 Cm, biaya Rp 42 juta bersumber DD TA 2019, kenyataannya hanya direalisasi 4 truk molen dengan kwalitas rendah atau kisaran Rp 30 jutaan; pembangunan jalan gang tepatnya depan Masjid Jam’ie Desa dari pagu Rp 50 juta bersumber dari dana Bandes (Dana Aspirasi) TA 2019 hanya direalisasi 50% saja atau Rp 25 jutaan, sementara Bandes TA 2018 (APBD-P) sebesar Rp 20 juta untuk Mushola Musallamah tidak jelas juntrungannya; Pemotongan dana alokasi untuk 5 RT masing-masing Rp 2 juta dari pagu Rp 10 juta/RT; Penggunaan dana hasil penyewaan tanah bengkok seluas 9 Ha sebesar Rp 50 jutaan tidak jelas pertanggung jawabannya.
Kades Kediri Suhaenah SPd ketika ingin dikonfirmasi di kantornya (20/12), tidak berada di tempat, dikirimi pesan via watsapp untuk dimintai tanggapanya tidak berkenan menjawab.
Di kesempatan terpisah, aktivis Lembaga Investigasi Tindak Pidana Korupsi Aparatur Negara RI (LI-TPK AN RI) Kabupaten Subang Syamsudin Rosid SH saat dimintai tanggapan di kantornya, belum lama ini, sangat apresiatif. Pihaknya berjanji akan segera menelusuri kasus itu, setelah diperoleh data dan fakta hukum akan segera melaporkannya kepada aparat penegak hukum.
Syamsudin menilai bahwa oknum-oknum yang terlibat bancakan dana keuangan desa itu dikatagorikan perbuatan korupsi. Melihat kondisi seperti ini, pihaknya mendesak aparat penegak hukum segera mengusut dan menyeret oknum yang terlibat hingga ke meja hijau.
Upaya tersebut, kata Syamsudin, merupakan hal yang urgen sebagai upaya menegakan supremasi hukum sebelum permasalahannya semakin meluas. (Abh)