Jumat, November 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Dugaan Praktik Mafia Tanah di Kelurahan Lumut Tapteng Semakin Terkuak

Tapteng, Demokratis

Dugaan praktik mafia tanah di Kelurahan Lumut, Tapteng, semakin terkuak. Hal ini diketahui saat mantan Lurah Lumut HS dikonfirmasi, Senin (15/8/2022). Menurut HS, dalam prakteknya hendak mengusulkan mempunyai sertifikat tanah di atas lahan PRPTE warga Batang Toru pindah kependudukan sementara ke Kelurahan Lumut.

“Kemudian setelah sertifikat diterbitkan para anggota kelompok tani tidak pernah kelihatan sampai saya pensiun hingga 25 tahun berlalu,” ungkap HS.

“Pada saat pengusulan sertifikat itu, saya merasa tidak berdaya karena program adalah dari Kabupaten Tapanuli Tengah,” terangnya.

Apoan Situmeang sebagai Sekretaris Projamin DPC Tapanuli Tengah (Jaringan Mitra Negara) Pro Jokowi-Mahruf Amin turut juga mengontari. “Bila benar begitu kejadian, ini sudah sangat jelas mafia tanahnya akan semakin terkuak, yang mengakibatkan rakyat kecil yang selalu korban kelicikan pejabat,” tegasnya.

Apoan juga sudah melakukan investigasi ke tempat sengketa. Menurut sumber kepada Projamin, pada tanggal 22/4/2022 pihak BPN Tapanuli tengah telah turun ke lapangan mengecek lahan bersama yang menyatakan diri Kelompok Tani Harapan Maju.

“Oknum polisi dan oknum TNI tanpa menghadirkan pemerintah setempat misalnya mulai dari kepling  lingkungan 7, Lurah Lumut sampai dengan Camat Lumut,” kata Apoan.

“Kita heran, jikalau memang lahan itu miliknya (kelompok tani) kenapa harus membawa oknum BPN Tapanuli Tengah? Kalau memang milik kita pasti itu kita tahu di mana titik kordinatnya, karena sebelum dibuat sertifikat kita sudah ikut mengukurnya,” timpal Apoan. Untuk itu, tambah Apoan, para aparat pemerintah yang membidangi mafia tanah agar jangan tanggung mengusut kasus ini.

Diberitakan sebelumnya bahwa warga masyarakat Kelurahan Lumut, Kecamatan Lumut, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara, membuat laporan pengaduan kepada Satgas Mafia Tanah: Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI, Kapolri, Kepala Kejaksaan Agung RI, Ketua Mahkamah Agung RI serta Ketua Komisi Yudisial RI terkait dugaan praktek mafia tanah yang terjadi di Kelurahan Lumut, Jumat (15/7/2022) lalu.

Dalam pengaduannya warga menyebutkan, beberapa oknum pengurus Kelompok Tani Harapan Maju, BPN Tapanuli Tengah, dan oknum mantan Lurah Lumut berinsial HS, telah menerbitkan sertifikat tanah perkebunan masyarakat, yang terletak di daerah Simarlelan, Gunung Payung dan Sihiong.

Padahal, objek tanah perkebunan tersebut telah diusahai dan dikuasai masyarakat sejak tahun 1969. Izin pengolahan lahan oleh masyarakat sesuai dengan Surat Bupati Tapanuli Tengah Nomor : 1227/7-(B.CH) tertanggal 24 Maret 1969.

Kepada awak media, beberapa warga menyebutkan, jika lahan perkebunan yang merupakan eks perkebunan Belanda tersebut telah dikuasai dan diusahai oleh masyarakat sekitar sejak puluhan tahun lalu. Bahkan mayoritas warga telah memiliki alas hak atas tanah berupa SHM, SKT, maupun surat ganti rugi.

“Puluhan tahun kita telah mengusahai dan menguasai lahan perkebunan tesebut. Dan kita juga memiliki alas hak. Namun anehnya, tiba-tiba ada oknum yang mengklaim jika kebun kami tersebut memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama anggota Kelompok Tani Harapan Maju,” ujar Mangudut Hutagalung, yang diamini Imbalo Musa, Yonatal Mendrofa, Rezekian Zendato, Jakman Simanjuntak, dan Bazisopakhi Halawa, Jumat (29/7/2022).

Anehnya, sambung Mangudut, satupun anggota Kelompok Tani Harapan Maju tidak ada yang mereka kenal, dan bukan penduduk Kelurahan Lumut. Ia menduga telah terjadi penerbitan sertifikat tanah yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

“Kita menduga telah terjadi praktek mafia tanah. Oleh karena itu, kita mengadukan masalah ini ke bapak Kapolri, Kepala BPN, Kejaksaan Agung dan Ketua Komisi Yudisial RI,” tukasnya.

Sebagai masyarakat yang telah berpuluh tahun menggantungkan hidup dari lahan perkebunan tersebut, Mangudut dan warga lainnya berharap Satgas Anti Mafia Tanah RI, menindaklanjuti pengaduan yang mereka sampaikan.

“Kami diintimidasi dan dizholimi, misalkan mengintimidasi masyarakat dengan mengirimkan surat kepada kepala lingkungan Sidomulyo Sihiong Aek Baung dan Gunung Payung pada bulan Januari 1996. Pada tanggal 7 Mei1996, Lurah lumut HS kembali mengirim surat kepada masyarakat Yasobeli Zendato dkk, salah satu poin jika tidak hadir bahwa saudara kami anggap telah menerima tolak cangkul terkait lahan yang dikuasai,” katanya.

“Semoga permasalahan ini cepat selesai apalagi sekarang sudah dibuat pengaduan di Polres Tapteng dengan Nomor:LP/B/246/VII/2022/SU/RES TAPTENG/POLDASU,” kata Kuasa Hukum Parlaungan Silalahi, S.H, Ketua LKBH Sumatera (Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Sumatera), didampingi Seri Muda Situmeang, S.H. ,dan Yeesrel Gunadi Hutagalung, S.H. kepada Demokratis, minggu lalu dan juga menambahkan bahwa saksi pelapor sudah dimintai keterangan dan Polres Tapteng sudah mengecek ke TKP. (MH)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles