Jakarta, Demokratis
Anggota Komisi XIII DPR RI Fraksi PKB, Iman Sukri mendesak penegak hukum segera mengusut tuntas dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), terhadap Anak Buah Kapal (ABK) perikanan.
Sebagaimana dilaporkan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, kasus ini diduga melibatkan dua kapal perikanan, yakni KM Mitra Usaha Semesta (KM MUS) dan Run Zeng 03.
“Kasus ini sangat memprihatinkan, karena terdapat indikasi kuat terjadinya perbudakan modern di laut yang menimpa pekerja Indonesia di sektor perikanan. Negara tidak boleh diam melihat rakyatnya dieksploitasi di wilayah kerja yang mestinya dilindungi oleh hukum nasional,” ujar Iman, Senin (3/11/2025).
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini menduga, persoalan ini muncul karena proses rekrutmen ABK yang tidak transparan sehingga para pekerja tidak mengetahui kondisi kerja, hak, maupun kewajibannya secara jelas sebelum berangkat.
Selain itu, kontrak kerja yang tidak adil, membuat pekerja terikat pada situasi kerja yang tidak manusiawi dan sulit untuk keluar dari pekerjaan.
“Belum lagi adanya pemotongan gaji secara sepihak, sehingga para ABK tidak menerima upah layak dan akhirnya terjebak dalam siklus utang. Jadi menurut saya ini sudah mengarah pada praktik perdagangan orang, karena pekerja diperlakukan tidak manusiawi dan kehilangan kebebasannya,” ujarnya.
Iman menegaskan pentingnya langkah cepat dan menyeluruh dari pemerintah dan aparat penegak hukum. Ia meminta Komnas HAM segera melakukan penyelidikan independen untuk menelusuri dugaan pelanggaran HAM dalam kasus ini.
Selain itu, ia mendesak Polri dan Kejaksaan agar menuntaskan proses hukum terhadap seluruh pihak yang terlibat, termasuk perusahaan perekrut, pemilik kapal, dan operator perikanan yang diduga terlibat dalam rantai eksploitasi.
“Negara tidak boleh membiarkan laut menjadi ruang tanpa hukum. Jika kita abai, maka praktik perdagangan manusia akan terus hidup di industri perikanan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, dia juga menyoroti perlunya pembenahan sistemik. Ia mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperketat pengawasan terhadap mekanisme penempatan awak kapal perikanan (AKP) dan memastikan kontrak kerja berjalan adil serta transparan.
“Perlindungan terhadap pekerja perikanan bukan hanya soal kesejahteraan, tetapi juga soal kemanusiaan dan kedaulatan hukum bangsa,” pungkas Iman.
Sebelumnya, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mendatangi Kantor Komnas HAM di Jakarta. Kedatangan mereka untuk mengadukan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan dua kapal perikanan, KM. Mitra Usaha Semesta (MUS) dan Run Zheng 03.
Legal Officer DFW Indonesia, Siti Wahyatun mengatakan, langkah ke Komnas HAM ditempuh lantaran proses penyidikan oleh kepolisian tanpa progres berarti.
Padahal, penyidikan atas kasus dugaan TPPO dengan korban depan awak kapal perikanan (AKP) itu berlangsung sejak setahun lalu. Bahkan, setelah Mabes Polri limpahkan kasus itu ke Polda Maluku, tidak ada perkembangan berarti.
“Kami menilai bahwa tidak ada keseriusan negara dalam memberantas TPPO, khususnya dalam sektor perikanan. Termasuk untuk melindungi pekerjanya dari eksploitasi,” kata Siti. (EKB)
