Jumat, November 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Duka Untuk Korban Teror Katedral Makassar

Beragam opini muncul dari kejadian aksi teroris bom bunuh diri pada gereja Katedral Makassar pada 28 Maret 2021 yang lalu. Ada yang berpendapat ditujukan melawan pemerintah menentang simbol agama tertentu, ada pula analisa konspirasi antara grup separatis Papua, dan ada grup pelakunya dari radikalisme afiliasi ISIS.

Seperti diungkap Irjenpol Marhisam Kapolda Sulawesi Selatan (1/3/2021) bahwa yang pasti teror yang mengerikan dilancarkan oleh dua orang membawa bom bunuh diri, ditujukan pada jemaat gereja yang sedang siap beribadah di rumah ibadah umat Katolik tersebut. Sangat kejam dan memilukan menimpa mereka yang korban tidak berdosa. Kita ikut berduka.

Kejadian aksi yang menodai rumah ibadat dilakukan oleh dua orang wanita dan seorang lelaki yang kemudian diketahui bernama Dewi dan Luqman membawa bom lalu meledakannya di tengah jemaat. Menimbulkan korban 18 luka luka dan pelaku keduanya tewas saat itu. Korban yang luka dibawa ke rumah sakit oleh petugas keamanan yang segera tiba di tempat kejadian.

Jika ditinjau karakter dari aksi tersebut ada kemiripan teror sebelumnya. Artinya mirip dengan teror di Indnesia dan aksi dari apa yang terjadi di Timur Tengah. Hanya saja perlu didalami lebih jauh.

Perlu tinjauan sumber rekruitmen pelaku, dan target apa yang mau dicapai dari kelompok pelaku teror tersebut. Termasuk menganalisis metode untuk melawan aksi teror di masa depan. Serta apa yang harus diwaspadai oleh masyarakat.

Dalam kaitan itu menarik memahami analisis yang disampaikan Al Chaidar seorang ekspert dalam mengamati teroris. Pada kesempatan seminar di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, 4 April 2021 lalu, ia mengatakan saat ini teroris di Indonesia punya tendensi memperluas target serangannya.

Katanya, semula taget teroris fokus pada pihak kepoilisian karena polisilah yang mematahkan serangan mereka dengan kekuatan Densus 88. Intinya musuh utama teroris selama ini adalah institusi Kepolisan Republik Indonesia.

Tetapi sekarang, kata Al Chaidar lagi, memperluas target pada person negara asing dianggap musuh. Terutama karena jaringan kerjasamanya yang berhasil dengan pihak keamanan Indonesia, masa belakangan ini memberantas terorisme.

Mengantisipasi ini bagi inteleketual asal Provinsi Aceh itu melihat sangat perlunya konsep deradikalisasi dilakukan dengan tepat guna. Pada intinya bukan dengan nasionalisme kebangsaan, akan tetapi dengan keadilan untuk semua. Sebab alasan yang popular dari kaum teroris ini adalah ketidakadilan untuk semua. Bukan masalah kebangsaan atau nasionalisme.

Karenanya bagi Al Chaidar jika keadilan untuk semua menjadi konsep, akan mematahkan radikalisme kaum teroris, sekaligus menutup untuk rekrutmen baru.

Paparan di atas mungkin hanya salah satu kontribusi, sebab ada masalah berbeda, misalnya konspirasi di dalam aksi teroris. Sebutlah terorisme di Papua melawan pemerintah untuk Papua merdeka. Yang lain ada group komunis pro China dalam kepentingan mereka menggunakan momentum berbasis teori konflik.

Sebagai penutup beragamnya tinjaun berkaitan aksi teroris Makassar, dianggap perlu keseriusan rakyat bersama pemerintah untuk mematahkan konsep teroris, mewaspadai basis rekruitmen serta upaya mengeliminir intervensi pihak yang menyebarkan ideologi komunis dan teori konflik. Wallahu aklam bissawab.

*) Penulis adalah Doktor Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof DR Hamka (UHAMKA) Jakarta

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles