Jakarta, Demokratis
Sebanyak enam Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) secara resmi telah berubah statusnya menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Setelah melalui proses panjang transformasi kelembagaan, usulan 6 IAIN menjadi UIN telah mendapatkan persetujuan lewat peraturan Presiden RI pada 11 Mei 2021.
“Saya berharap agar bentuk kelembagaan ini harus diikuti dengan peningkatan mutu dan kualitas. Jangan sampai kelembagaan sudah menjadi UIN, namun rasanya masih IAIN,” kata Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Suyitno, lewat siaran pers yang diterima, Minggu (30/5/2021).
Enam IAIN yang berubah menjadi UIN adalah UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, UIN Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri Purwokerto, UIN Raden Mas Said Surakarta, UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, dan UIN Fatmawati Soekarno Bengkulu.
Proses perubahan bentuk keenam IAIN menjadi UIN berpedoman kepada Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 20 Tahun 2020 sebagai pengganti PMA Nomor 15 Tahun 2014.
“Ini adalah capaian yang membanggakan kita semua. PTKIN yang telah berubah bentuk menjadi UIN harus mampu menyelenggarakan integrasi keilmuan Islam dan sains serta memiliki distingsi terhadap prodi yang ada dengan kampus lain,” kata Suyitno yang juga merupakan guru besar UIN Raden Fatah Palembang.
Suyitno mengatakan, dalam menghadapi perubahan lingkungan seperti revolusi industri 4.0, perguruan tinggi harus memiliki paradigma strategi dan cara pengelolaan yang baru. Hal ini diharapkan agar perguruan tinggi dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang dimunculkan revolusi industri 4.0.
“Ketidakmampuan lembaga untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman menjadikan lembaga tidak responsif serta lambat,” ujarnya.
Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, M Adib Abdushomad, mengingatkan agar mandat institusi transformasi kelembagaan menjadi UIN bagi 6 PTKIN tidak memperlemah rumpun ilmu-ilmu keislaman (Islamic studies).
Adib berharap perubahan ini tetap harus memperkuat ajaran Islam Wasathiyah dan jangan sampai kedepan universitas justru hanya akan menjadi rumah bagi orang lain (home for others). (Red/Dem)