Jakarta, Demokratis
Rancangan Undang-undang Keamanan Sandi dan Siber (RUU-KSS) tidak akan merambah wilayah domain yang selama ini sudah menjadi yurisdiksi Undang-undang lainnya.
“RUU KSS lebih menekankan pada siber milik lembaga negara agar tidak dibobol oleh hacker,” kata Bobby Adhityo Rizaldi anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar yang membidangi siber dan keamanan negara kepada pers di Gedung DPR Jakarta, Selasa (24/9/2017).
Pembobolan domain milik negara, dikatakan, selama ini belum ada yang menanganinya. Berbeda dengan siber pidana yang berada di tangan polisi, e commerce berada di bawah Kominfo, siber intelijen keamanan berada di bawah Badan Intelijen Negara, enkripsi antar lembaga negara berada pada Badan Sandi dan Siber Negara serta intelijen pertahanan militer berada di bawah TNI.
Jadi, dengan adanya RUU Keamanan Sandi dan Siber maka pelaku pembobolan situs milik lembaga negara atau pembobolan data negara yang diperjual belikan oleh hacker yang disebut dengan perang hibrida atau perang siber.
“RUU KSS akan mengatur sanksi pidana lebih berat daripada UU ITE dari 4 tahun menjadi 8 tahun buat pelaku pembobolan situs milik lembaga negara,” tegasnya.
Ia mengatakan hal semacam ini sudah pernah dialami oleh situs KPU dan situs Kemendagri beberapa waktu lalu.
“Untuk diketahui, perbedaannya nanti badan intelijen tidak dilibatkan di dalam RUU Keamanan Sandi dan Siber. Karena memang tidak terkait dengan pelibatan intelijen termasuk RUU KSS tidak punya wewenang untuk melakukan penyadapan,” kata Bobby.
Sampai sekarang pihaknya belum merumuskan badannya dan siapa yang akan menjadi leading sector-nya.
“Kami masih belum sepakat tentang bentuknya seperti apa. Apakah akan dibentuk badan yang berdiri sendiri,” jelasnya.
Pekan lalu RUU KSS telah diterima menjadi usul inisiatif DPR yang selanjutnya akan dibahas bersama dengan pemerintah yang akan diwakili oleh Menkumham yang telah mendapat tugas untuk menyiapkan DIM untuk pembahasan RUU bersama dengan pemerintah.
“Saya berharap sebelum tanggal 27 September 2019, DIM yang diajukan oleh pemerintah sudah bisa diterima oleh Pansus KSS. Agar bisa dibahas sekarang atau oleh anggota DPR yang baru nanti,” katanya.
Perihal soal rumusan makna kepentingan nasional dalam RUU KSS, tambah Boby, bahwa yang dimaksud infrastruktur yang beroperasi di Indonesia harus tunduk pada hukum nasional, dan pemerintah punya akses untuk membuka semua infrastrukur termasuk milik asing yang ada di Indonesia. (Erwin Kurai)