Indramayu, Demokratis
Surat Edaran Direktorat Jendral Cipta Karya Nomor 12/SE/DC/2017 tentang Pedoman Pengelolaan Program Hibah Air Minum dan Sanitasi harus dievaluasi, khususnya tentang kriteria masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Demikian harapan dari sejumlah sumber rakyat miskin di Kabupaten Indramayu. Pasalnya, dalam kriteria tersebut tertulis bahwa yang dimaksud MBR adalah yang memiliki daya listrik yang terpasang pada rumah tangga tersebut kurang dari 1300 VA (≤ 1300 VA), dan 50 persen (50%) di antara target sasaran tersebut memiliki daya listrik kurang dari 900 VA (≤ 900 VA) dan atau tidak memiliki sambungan listrik. Kriteria tersebut menjadi rancu pada tataran pelaksanaannya di masyarakat, karena banyak warga miskin tidak mendapat program tersebut.
Surat Edaran tentang Pengelolaan Program Hibah Air Minum dan Sanitasi tersebut ditetapkan di Jakarta pada bulan Mei 2017 oleh Dirjen Cipta Karya Ir Sri Hartono menjadi kontra produktif pada tataran pelaksanaan pekerjaan di daerah penerima program. Seperti pelaksanaan program yang telah dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Darma Ayu Indramayu Jawa Barat, masih jauh dari tujuan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 Tahun 2015.
Sebab pada hakekatnya golongan MBR adalah, golongan keluarga yang tidak mampu membayar biaya pemasangan yang telah ditetapkan oleh PDAM, dan golongan MBR tersebut, hanya memiliki daya listrik 450 watt, sehingga secara umum Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tersebut, tentang rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 yang mencanangkan pencapaian target 100-0-100 dalam pembangunan sektor ke cipta karyaan, yaitu pencapain target universal akses 100 persen (100%) air minum aman, 0-persen (0%) kawasan kumuh, dan 100 persen (100%) sanitasi layak. Kemudian untuk mencapai target tersebut diperlukan terobosan berupa program kerjasama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang dilaksanakan sesuai dengan tugas dan kewenangannya, namun dalam pelaksanaannya telah dipelintir dengan unsur politis, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Dari data dan sejumlah pemberitaan Demokratis terdahulu, bahwa pelaksaan program tersebut masih jauh dari pencapaian target universal akses 100 persen air minum aman. PDAM Tirta Darma Ayu menerima dana untuk program hibah air minum pada tahun anggaran 2018 dan 2019 senilai Rp 24 miliar, dengan rincian mendapat 8.000 sambungan rumah (SR). Biaya per SR dari dana hibah tersebut pemerintah pusat menetapkan biaya bantuan Rp 3 juta per-SR MBR. Kemudian pada prakteknya PDAM Tirta Darma Ayu menetapkan biaya pemasangan Rp 275.000 per-SR MBR. Lalu pihak desa atau kelurahan ikut ambil bagian dengan menetapkan tarif pemasangan Rp 300.000 – Rp 400.000 per-SR MBR. Persoalan kemudian desa kesulitan menetapkan kriteria MBR yang sesungguhnya, sehingga yang terpasang program tersebut dari masyarakat golongan mampu, secara politik dan finansial.
Bagi MBR (miskin) yang tidak mendapat program tersebut, mereka mengatakan “Jangankan untuk biaya pasang SR, untuk biaya bayar rekening bulanannya pun saya belum tentu mampu”. Seperti yang diucapkan warga RT 16 RW 07 Nomor 6 Desa Pekandangan, Kecamatan Indramayu kepada media ini (31/12/2019). Di desa yang sama warga RT 12 RW 05 Nomor 49 tampak sejumlah rumah mewah terpasang program tersebut, bahkan di antaranya pemilik rumah berstatus sebagai pamong desa.
Lalu data yang didapat dari program tersebut berdasarkan papan informasi kegiatan yang terpasang di setiap balai desa, jumlah MBR penerima bantuan adalah sebagai berikut: 1. Desa Pekandangan 151 KK, 2. Desa Tambak 51 KK, 3. Desa Terusan 211 KK, 4. Kelurahan Kepandean 41 KK, 5. Kelurahan Bojongsari 95 KK, 6. Desa Panyingkiran Lor 57 KK, 7. Desa Larmaran Tarung 89 KK, 8. Desa Sukaurip 56 KK, 9. Desa Sukareja 20 KK, 10. Desa Tegal Sembadra 51 KK, 11. Desa Tenajar TA 2018 229 KK, TA 2019 105 KK, 12. Desa Kenanga 2 KK, 13. Desa Dukuh 252 KK, 14. Desa Plumbon 266 KK, 15. Desa Telukagung 300 KK, dan 16. Desa Krasak 51 KK.
16 desa tersebut berjumlah 2.068 KK MBR yang terpasang pada program dana hibah air minum PDAM Tirta Darma Ayu Indramayu. Sehingga dari 8.000 SR program tersebut, yang belum terdata oleh media ini sebanyak 5.932 SR, terdiri dari 301 desa dan kelurahan.
Secara fakta dan fisik di lapangan hasil program tersebut publik meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) turun ke desa penerima program untuk melakukan uji petik material dan data. (S Tarigan)