Momen perayaan kemerdekaan Republik Indonesia, yang diperingati setiap 17 Agustus, menjadi momen yang tepat untuk mengenang perjuangan tokoh bangsa. Salah satunya adalah Fatmawati Soekarno.
Fatmawati merupakan istri dari Soekarno atau Bung Karno. Ia adalah orang yang menjahit bendera merah putih yang dikibarkan saat pembacaan teks proklamasi.
Fatmawati lahir pada 5 Februari 1923 di Bengkulu. Melansir dari situs resmi PP Muhammadiyah, Fatmawati dibesarkan di lingkungan organisasi Islam Muhammadiyah.
Meskipun pada tahun kelahiran Fatmawati Muhammadiyah belum memiliki cabang di luar Jawa, kehadiran pendiri Sarekat Ambon, Alexander Jacob Patty, ditandai sebagai pendirian organisasi Islam itu secara kultural di Bengkulu.
Kehadiran Muhammadiyah di hidupnya dicatat dalam autobiografinya. Dalam autobiografi yang berjudul Catatan Kecil Bersama Bung Karno, Fatmawati mengungkapkan bahwa kehadiran Alexander Jacob Patty dimanfaatkan untuk mengembangkan pendidikan Muhammadiyah di Bengkulu.
Namun, tindakan tersebut pada akhirnya membuat Muhammadiyah dianggap sebagai ancaman oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Akibatnya, ayah Fatmawati, Hasanudin, yang merupakan aktivis Muhammadiyah mendapat ancaman.
Ancaman tersebut berupa perintah dari Pemerintah Kolonial Belanda untuk keluar dari Borsumy (Borneo-Sumatra Maatschappij), perusahaan lima besar Belanda yang menjadi tempat kerja Hasanudin. Namun jika Hasanudin bersedia menghentikan kegiatannya di Muhammadiyah, ia dipersilakan untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut. Hasanudin memilih untuk tetap melanjutkan kegiatannya di Muhammadiyah dan keluar dari perusahaan.
Ibu Fatmawati, Siti Jubaidah, dikenal pula sebagai aktivis Muhammadiyah yang militant. Ia aktif di organisasi perempuan Muhammadiyah, Aisyiyah, untuk mengajar baca tulis.
Hassandin maupun Siti Jubaidah telah menjabat sebagai konsul Muhammadiyah dan Aisyiyah. Oleh keduanya, Fatmawati ketika remaja selalu dilibatkan dalam konferensi Muhammadiyah yang digelar setiap tahun untuk sekadar menyanyi atau membaca Al-Qur’an. ***