Subang, Demokratis
Fenomena pengunduran diri seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemkab Subang, dr Maxi sebelumnya menjabat Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Subang, cukup menyedot perhatian publik.
Tak hanya itu, ternyata juga berimbas terkuaknya kontak pandora terkait adanya dugaan praktek pat gulipat yang mengharuskan para Kepala OPD menyetor upeti hingga ratusan juta rupiah guna memenuhi hawas (baca: kebutuhan berlebihan) oknum Bupati Subang diduga bergaya hidup hedonisme, dimana polanya mirip bursa saham.
Hal itu diungkapkan Rakean Galuh Pakuan Niskala Mulya Rahadian Fathir di kediamannya, (7/11/2025).
Fathir membeberkan bila pengakuan mantan Kepala Dinas Kesehatan Subang dr. Maxi yang secara blak-blakan bila dirinya merasa dijadikan “sapi perahan” oleh oknum Bupati Subang itu bukan isapan jempol belaka, seperti dilansir triberita.com.
dr. Maxi secara eksplisit menyebutkan penyerahan uang Rp100 juta dilakukan dua kali pada bulan yang berbeda tahu 2025.

“Saya kasih ke pak Heri Sopandi (saat itu menjabat Kadis PUPR) uang tunai Rp50 juta di bulan April dan Rp50 juta bulan Juli untuk disetorkan ke Bupati Subang,” ungkap dr. Maxi.
Yang lebih mirisnya lagi, uang setoran upeti itu berasal dari iuran para Kabid dan Kasi di lingkup Dinkes Kabupaten Subang.
“Dengan mencuatnya skandal itu, kini Pemkab Subang menjadi zona pengawasan Lembaga Anti Rasuah (baca: KPK),” ujar Fathir.
Menurut Fathir, dari beberapa pengaduan yang ditampung, penghimpunan setoran upeti dari para Kepala OPD mekanismenya secara bergilir setiap periode tertentu, bila hawas itu muncul. Targetnya Rp500 juta untuk sedikitnya 4-5 OPD, masing-masing OPD nominalnya variatif, tergantung potensi OPD, bila OPD-nya potensial seperti PUPR kebagaian cukup besar.
Sepengetahuan Fathir pada periode itu seperti Dinas PUPR kebagian jatah Rp250 juta, kemudian OPD lainnya ada yang kebagian jatah Rp100 juta, Rp50 juta dst, sehingga genap terhimpun Rp500 juta.
“Uang upeti itu dikutip setiap periode tertentu sesuai dengan kebutuhan, lalu kolektor (pejabat yang ditunjuk sebagai pengepul) keliling mendatangi dan memungut cuan upeti itu ke sejumlah OPD yang terkena giliran, jadi polanya seperti bursa saham,” ujarnya.
Fathir menyebut, setoran upeti tersebut oleh orang nomor satu Subang diduga digunakan selain untuk bergaya hidup hedon dengan berpenampilan mobil mewah seharga wah…., termasuk kepemilikan moge untuk keliling saba desa ternyata oh ternyata menyimpan misteri di balik semua pencitraannya itu.
“Menyikapi hal itu Galuh Pakuan dalam waktu dekat akan menggelar kajian hukum, guna membahas skandal dugaan tindak pidana korupsi gaya baru dengan mengundang pakar hukum. Hasil kajiannya nanti akan kita serahkan ke KPK,” tegas Fathir.
Saat disinggung ihwal kepemilikan data dugaan setoran upeti itu, dengan tegas Fatir menyatakan, jika Galuh Pakuan sudah angkat bicara, jangan pernah ragukan data pendukung yang dimiliki Galuh Pakuan, semuanya sudah all in, pastinya tunggu saja KPK akan segera turun ke Subang.
“Soal kepemilikan data pastinya kami sudah mengantonginya. Tunggu saja KPK pasti akan turun ke Subang dan kini Pemkab Subang dalam zona pengawasan KPK,” tandasnya.
Lembaga Legislatif Turut Cawe-cawe
Terbukanya kotak pandora di balik pengunduran diri dr Maxi terkuak perilaku buruk oknum anggota DPRD Subang.
Setali tiga uang perilaku koruptif tidak saja melanda di tubuh eksekutif, ternyata pihak legislatif pun latah. Hal itu terlihat dari wawancara lanjutan triberita.com, dr. Maxi secara vulgar membongkar kelakuan oknum pejabat legislatif yang mengemis uang sabun terhadap OPD Dinkes saat pembahasan rapat anggaran.
Fokus sorotan dr. Maxi tertuju pada praktek pungutan liar yang diduga dilakukan oleh oknum pejabat legislatif DPRD Subang, setiap kali pembahasan anggaran perubahan Dinkes berlangsung.
dr. Maxi mencontohkan pengalamannya sendiri saat pembahasan anggaran perubahan Dinkes Kabupaten Subang tahun 2025 pejabat legislatif tersebut, kata dr.Maxi meminta sejumlah uang secara spesifik.
“Dia yang minta duit ke OPD. Mungkin OPD yang lainnya sama, bahkan ada yang lebih besar. Pada saat kita mau rapat anggaran perubahan 2025, lewat telepon, saya diinginkan Rp15 juta,” ujar dr. Maxi.
dr. Maxi merinci praktik yang disebutkan sebagai “uang ketok palu” tersebut, diduga disiapkan untuk anggota Banggar yang hadir.
“Dok, besok hadir ya, tolong sediakan uang sebesar Rp15 juta. Untuk anggota Banggar yang hadir, diamplopin uang sejuta-sejuta. Wakil Ketua Rp2,5 Juta, ada dua orang jadi Rp5 juta,” ujar dr. Maxi, menirukan permintaan sang Ketua DPRD Subang Victor. (Abh)
