Anak Agung Sebut UN Momok Menakutkan
Jakarta, Demokratis
Pro dan kontra belum kunjung terbitnya keputusan penghapusan Ujian Nasional (UN), tidak saja ditunggu oleh orangtua murid tapi juga dinantikan oleh anggota DPR dan anggota DPD.
Ferdiansyah anggota Komisi Pendidikan DPR yang merumuskan UU Sisdiknas, yang berasal dari Fraksi Partai Golkar menyatakan, jangan sampai menimbulkan gaduh saja setelah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyatakan penghapusan Ujian Nasional begitu baru menjabat sebagai Menteri.
“Posisi kami sekarang masih menyerahkan pada Nadiem Makarim yang mengusulkan penghapusan Ujian Nasional atau UN. Kami tunggu sampai 100 hari, setelah itu kami akan mengambil sikap tegas,” ujar Ferdiansyah saat ditemui di Jakarta, Senin (20/1/2020).
“Saya menganggap keberdaan ujian nasional masih menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat,” kata Ketua Komite III DPD Bambang Sutrisno di tempat terpisah.
Menurutnya, mulai sejak dilaksanakan pada tahun 2003, hasilnya siswa belajar bukan karena cinta pada keilmuan tapi ada motivasi lain agar bisa mendapat nilai angka tertinggi dalam UN saja.
“Di tengah kondisi pro dan kontra tersebut, Mendikbud memunculkan wacana UN akan diubah dengan model baru yang berbasis pada literasi dan karakter,” jelasnya.
“UN tenyata hasilnya belum dapat dijadikan ukuran standar minimal kualitas manusia. Yang seharusnya UN juga diarahkan pada peningkatan indeks kualitas sumber daya manusia tadi,” kata Hilmy Muhammad anggota DPD asal Yogyakarta.
Sementara Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) tidak dalam sikap menolak atau setuju UN. “Karena fungsi BSNP adalah cuma mengkaji secara mendalam arahan Mendikbud terkait asesmen kompetensi minimum dan survei karakter yang disiapkan sebagai pengganti UN,” kata Bambang Suryadi dari BSNP saat rapat dengar pendapat dengan DPD.
Dan sembari mengkaji kebijakan baru Mendikbud. BSNP sekarang masih tetap mempersiapkan pelaksanaan UN 2020 yang masih akan berlangsung pada tahun ini.
“Artinya sepanjang PP Nomor 19 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan yangmengatur tentang pelaksanaan UN tidak ada perubahan, maka dengan sendirinya UN tetap akan dilaksanakan tahun ini,” katanya.
Berbeda dengan Ketua PGRI Supardi mengingatkan bahwa norma UN tidak diatur dalam UU Sisdiknas. Dasar hukum UN diatur cuma hanya oleh PP Nomor 19 Tahun 2005 yang tidak merujuk pada UU Sisdiknas.
Lain halnya, jika masuk untuk kategori evaluasi pendidikan. Normanya diatur dalam pasal 1 angka 21 dalam UU Sisdiknas dimana definisi UN sebagai kegiatan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan.
“Dimana yang terkait dengan evaluasi pendidikan diatur dalam pasal 59 ayat 2,” ungkap Supardi.
“Dan apabila ditujukan sebagai evaluasi belajar maka evaluasi itu menjadi wewenang pendidik bukan BSNP,” ujar Supardi lagi.
Anak Agung Gde Agung anggota DPD asal Bali berpendapat dampak UN buat peserta didik secara psikologis hingga saat ini UN tetap dianggap sebagai momok yang menakutkan dan mencemaskan bagi peserta didik. (Erwin Kurai)