Indramayu, Demokratis
Forum Peduli Indramayu (FPI) yang berada di Jalan Tambak, Kecamatan Indramayu, menggeruduk kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Kamis (4/8/2022)..
Kedatangan dari berbagai macam lembaga yang tergabung dalam FPI itu menyikapi sejumlah persoalan izin pembangunan yang berada di wilayah Kabupaten Indramayu.
Dengan adanya UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, FPI menilai bahwa ada ketidakadilan dalam pemberian persetujuan perizinan suatu usaha. Baik dari sektor industri maupun non industri yang diduga adanya praktek retribusi “gelap” dengan tujuan memperkaya diri sendiri maupun golongan.
Setidaknya, dari Forum Pelestarian Lingkungan Hidup Indramayu (F-Pelangi), Laskar Merah Putih (LMPI), Paguyuban Pengemudi Indramayu (PPI), Pusat Advokasi & Pekerja Seni Indramayu (Paksi), Wadya Warta Nusantara (WWN), Warung Nusantara 88 (WN 88), Badan Pembinaan Potensi Keluarga Banten (BPPKB) dan Himpunan Gerakan Penyelidik Independen (Higerpin) yang tergabung dalam satu wadah tersebut mendesak kepada Pemerintah Daerah Indramayu untuk segera disikapi dengan serius.
Kepala DPMPTSP, Ahmad Syadali, merespon serta menanggapi sejumlah aduan dan tuntutan dari FPI. Pihaknya pun dalam waktu dekat akan mulai menindak sejumlah bangunan yang belum melengkapi dokumen perizinan dan menertibkan sejumlah bangunan yang sampai hari ini belum mengantongi perizinan bersama satuan kerja perangkat daerah terkait.
“Kami akan berjalan sebagaimana tupoksinya. Kita akui bahwa dalam pengendalian dan pengawasan di kami masih terbatas sehingga belum maksimal. Satu sisi, kelemahan itu pun terjadi dari sisi regulasi yang sampai saat ini belum ajeg juga,” katanya.
Adapun tuntutan prioritas dari FPI, menurut Syadali, bahwa pelaksanaan pengawasan dan pengendalian dari dinas setempat, pihak FPI meminta agar dinas dapat bekerja dan menjalankan dengan sungguh-sungguh dan tidak paradoksal dengan tuntutan awal.
Adapun penjelasan dari Masdi melalui Urip Triandy perwakilan dari F-Pelangi mengutarakan, dengan adanya kebijakan dari Pemerintah Pusat dirasa sangat tidak efektif. Bahkan, Urip menilai banyak masyarakat dan rakyat kecil yang menjadi korban imbas dari sebuah kebijakan Pemerintah Pusat yang tidak selaras dengan Pemerintah Daerah setempat.
“Kebijakan Pemerintah Pusat hanya menguntungkan segelintir orang. Dalam perizinan, hanya sebagian kalangan yang dapat menempuh. Artinya, ketika bicara dalam dunia usaha, meskipun banyak masyarakat dengan tingkat finansial yang baik, namun proses dokumen perizinan usaha, bangunan serta gedung tidak ditempuh,” ujar Urip. (RT)