Jakarta, Demokratis
Kesepakatan dalam World Trade Organisation (WTO) atau GATT di bidang pendidikan hanya jadi referensi atas revisi UU Sistem Pendidikan Nasional yang menekankan pendidikan pada nilai dan standar Indonesia.
Pendidikan tidak akan diliberalkan ikut luar negeri otomatis akan dijadikan standar pendidikan kita misalnya dengan menghapus muatan atau penuturan ajar Bahasa Indonesia diganti bahasa asing.
Syamsurizal anggota Baleg dari Fraksi PPP di DPR mengatakan di Jakarta (17/9/2020) yang sehari sebelumnya membahas revisi UU Sisdiknas dengan wakil pemerintah.
Ia sendiri memang menangkap telah adanya perubahan di masyarakat yang lebih senang mencari pendidikan yang bermutu walau berbiaya mahal sehingga mendorong lembaga pendidikan asing ingin masuk ke Indonesia.
“Mula awalnya pergeseraan ini direspon oleh pendidikan swasta yang mengutamakan mutu, yang bagi masyarakat tertentu bahwa biaya mahal tidak jadi pertimbangan,” imbuhnya.
Menurutnya, hal ini terjadi karena kurikulum swasta lebih inovatif. “Peran swasta di sektor pendidikan kontribusinya sudah fifty-fifty pada tahun 2020,” paparnya.
Yang beruntung, tambahnya, bisa berkembang sampai punya pendidikan dari PAUD, SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi. “Kendati orientasi keuntungan itu tidak dikenal di dalam sistem pendidikan nasional kita,” tandasnya.
Faktor lain adalah karena sekolah negeri tidak bisa menampung semua anak murid yang ingin bersekolah atau wajb belajar. “Sementara swasta hadir dengan menjanjikan kualitas yang lebih baik,” katanya lagi.
Perihal usulan dari pemeritah bahwa pendirian sekolah asing hanya diperbolehkan di kawasan ekonomi kusus (KEK), kata Syamsurizal, pilihan itu masih belum disetujui bersama antara pemerintah dan Baleg DPR.
“Walau usulan tersebut datangnya dari pemerintah, DPR sudah minta agar direformulasi ulang oleh pemerintah. DPR ingin sistem pendidikan berazaz pendidikan nasional dan RUU Sisdiknas dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja,” katanya. (Erwin Kurai Bogori)