Dalam buku berjudul The Politics and Contitusional Negara Athena terbit tahun 1996 dikatakan bahwa kemiskinan berpengaruh terhadap konstitusi. Masalah kemiskinan adalah lingkaran kendala kemajuan sebuah negara. Bahkan kemiskinan disimpulkan bukan saja sebagai sebab kematian tapi juga biang kejahatan.
Pernyataan buku tersebut sejalan dengan teori kemiskinan negara. Yaitu negara maju dan sejahtera jika tingkat angka kemiskinan dan angka kejahatannya rendah. Dua-duanya menjadi faktor penentu. Sebuah negara menjadi sukses atau gagal.
Menarik juga mengitkuti tulisan intelektual dari Harvard University James Robinson dalam bukunya berjudul Why Nations Fail. Gagal karena rakyatnya miskin.
Seperti ditulis Sukidi dalam harian Kompas edisi Juni 2023, faktor kemiskinan dan kejahatan menjadi ketergantungan terkait pada majunya sebuah negara.
Alam pikiran Sukidi hal itu menurutnya bahwa sangat berpenaruh juga tercapainya Indonesia Emas Tahun 2045 yaitu 22 tahun lagi. Kemajuan jika lingkaran kemiskinan harus terkendali. Menjadikan mustahil negara maju dengan rakyatnya miskin. Kemiskinan ternyata menghantui banyak negara di dunia. Problem tersebut masih belum terselesaikan. Masih menjadi hambatan. Ini dibuktikan berdasarkan Catatan Organisasi Oxpam sebuah lembaga NGO di Inggris (2022) mencatat satu orang mati dalam empat detik karena kelaparan. Juga di negara yang masuk kategori miskin terdapat kondisi kejahatan yang tinggi. Karena itu dapat diambil faktor dugaan bahwa kemiskinan dan kematian sangat berpengaruh terhadap kondisi negara.
Indonesia masih ada 25 juta orang miskin. Menurut statistik ini menyentuh 5,94 persen dari jumlah penduduk. Kendala ini sebuah hambatan nyata pembangunan.
Memang keinginan majunya negara terhalang oleh beberapa faktor. Di antaranya kemiskinan, kejahatan dan politik. Presiden yang akan datang digerogoti masalah di atas.
Lalu inilah tantangan yang harus diatasi. Caranya mengentaskan kemiskinan, menurunkan kejahatan, dengan sistem negara berperintahan yang baik. Tanpa itu mustahil dicapai negara yang maju.
Jakarta, 18 Juni 2023
*) Penulis adalah Doktor Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHMKA) Jakarta