Yogyakarta, Demokratis
Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal, mengatakan dampak disrupsi teknologi akan mengakibatkan manusia kehilangan perannya. Kehadiran artificial intelligence (AI) dapat membantu sistem komputasi yang menggantikan pekerjaan yang bersifat rutinitas.
Apabila tidak dibarengi dengan new skills yang dibutuhkan oleh pemilik bisnis, maka akan tercipta generasi yang tidak berguna (useless generation). Padahal, Indonesia diprediksi akan mengalami bonus demografi pada tahun 2035.
“Kalau anak mudanya tidak produktif, tidak bernalar, tidak mampu memecahkan persoalan nyata, tidak mampu menciptakan inovasi, maka bonus demografi akan berubah menjadi bumerang demografi atau bencana demografi,” ucap Rizal dalam Rapat Kerja MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) SMK DIY Tahun 2022, di Hotel New Saphire, Selasa (11/1/2021).
Lebih lanjut, Rizal menyampaikan esensi dunia sekolah adalah merdeka belajar. Merdeka berarti mempunyai keberanian, kepercayaan diri, dan tidak ketergantungan. Maka, diperlukan project based learning untuk membentuk kemampuan (skills) peserta didik untuk bisa menyelesaikan persoalan nyata.
“Jadi, hakikat dari problem based learning itu jangan belajar metodologinya saja, tetapi belajar hakikatnya dahulu, kemudian metodologi yang bisa dipelajari dari mana saja,” kata Rizal.
Sementara itu, Kepala Dinas Dikpora DIY, Didik Wardaya, dalam kesempatan tersebut, menyatakan disrupsi inovasi akibat perkembangan teknologi menuntut kebutuhan sumber daya manusia yang lincah (agile). Dalam artian, dibutuhkan orang-orang yang lincah berkreasi dan berinovasi serta berbeda dengan sebelumnya terkait pemasaran kompetensi. Oleh karenanya, perlu dilakukan evaluasi jurusan dan kompetensi yang mulai mengalami kejenuhan dari masing-masing sekolah, untuk mengubah konsep supply driven ke demand driven.
“Supply driven itu konsepnya memberikan SDM yang tersedia, kemudian orang yang butuh akan mengambil. Tetapi kalau demand driven berarti kita menyediakan apa yang dibutuhkan di pasar, nah ini yang harus kita ubah,” kata Didik.
Meskipun begitu, Didik menambahkan bahwa tidak semua SDM yang terampil bisa terserap dunia kerja karena faktor eksternal seperti pertumbuhan ekonomi. Untuk mengantisipasi hal itu, sekolah perlu menyiapkan skenario lain agar siswa bisa mengelola dirinya sendiri dengan konsep berwirausaha.
Salah satu kebijakan pemerintah DIY untuk mengembangkan kinerja pendidikan kejuruan adalah mendorong Industri, Dunia Usaha, dan Dunia Kerja (IDUKA) untuk bekerja sama dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Berkaitan dengan hal itu, pemerintah berupaya memetakan sekolah-sekolah yang belum menjalin kerja sama dan bentuk-bentuk kerjasama yang sudah dibuat.
“Kira-kira bentuk stimulan apa yang bisa kita berikan supaya IDUKA bisa membangun kerjasama dengan SMK tersebut. Butuh semacam analisis/kajian untuk bisa membangun spirit kepada IDUKA untuk membantu kita semua, ini PR yang harus kami lakukan,” tutur Didik. (Red/Dem)