Tulisan ini bagian kedua dari tulisan pertama yang sudah terbit. Dikutip dari pustaka berjudul “Kembali Kepada Djiwa Proklamasi 1945” oleh Notosoetardjo Pimred Harian Pemuda Djakarta 17 Agustus 1959.
Adapun yang akan diuraikan pada bagian kedua ini, adalah berdasarkan naskah pemikiran dari almarhum Ruslan Abdulgani. Dimulai pada halaman 401 sampai 414 tentang “Arti Pancasila”. Isinya sudah terangkum pada tulisan pertama. Pada bagian kedua ini, dimulai dari halaman 415 sampai 417, mengulas tentang “Hakekat Sila Dari Pancasila”.
(II). Apakah Hakekat Sila Demokrasi di Dalam Pancasila Itu?
(1). Demokrasi di dalam Pancasila adalah bukan sekedar demokrasi dalam arti kata yang formil seformil-formilnya, tanpa moral dan tanpa tujuan. Demokrasi di dalam Pancasila adalah demokrasi yang berketuhanan yang maha esa, yang berkebangsaan, yang berperikemanusiaan dan yang berkeadilan sosial.
(2). Demokrasi yang tidak berketuhanan yang maha esa, akan kehilangan dasar moral yang bersumber kepada watak religius bangsa Indonesia. Demikian pula dengan demokrasi yang tidak berperikemanusiaan. Demokrasi yang tidak berkebangsaan, akan membahayakan kepentingan nasional, dan demokrasi yang tidak berkeadilan sosial, akan menghidupkan dan atau merajalelanya demokrasi politik dan liberalisme.
(3). Bahwasannya demokrasi di dalam Pancasila itu adalah, bukan sekedar demokrasi formil belaka, melainkan juga demokrasi yang berisi, dus juga demokrasi materiil. Terbukti dari berbagai bagai fasal dalam ketiga-tiganya Undang-Undang Dasar kita. Unsur unsur demokrasi materiil di dalam berbagai-bagai fasal dari Undang-Undang Dasar kita adalah: (a). Persamaan hak hak politik. (b). Persamaan hak kewarganegaraan. (c). Persamaan sosial. (d). Persamaan ekonomi. (e). Persamaan kebudayaan.
(III). Apakah hakekat Sila Keadilan Sosial di dalam Pancasila?
(1). Keadilan sosial di dalam Pancasila adalah, bukan sekedar keadilan sosial an sich saja, yang cara mencapainya dapat dilepaskan dari integraliteit sila-sila lainnya. Dus suatu keadilan sosial sebagai tujuan saja, yang dalam mencapai tujuan itu, tidak mau memperdulikan cara-cara yang dipergunakan, atau jalan jalan yang hendak dilalui. Keadilan sosial di dalam Pancasila adalah, keadilan sosial yang berketuhanan yang maha esa. Yang berkebangsaan, yang berperikemanusiaan, dan yang berdemokrasi.
(2). Jelasnya, bahwa Pancasila tidak memperkenankan tercapainya keadilan sosial dengan cara-cara dan jalan-jalan yang tidak bermoral, dan yang tidak dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Dalam Pancasila tidak berlaku ajaran bahwa, “Het socialistis doel heiligt alle middelen”.
(3). Bahwasannya, keadilan sosial dalam Pancasila itu adalah, bukan sekedar keadilan sosial yang bersifat menyangkut kehidupan materiil saja, melainkan juga keadilan sosial yang menyangkut kehidupan kerohanian, dan sepiritual. Terbukti dari berbagai bagai fasal dalam ketiga tiga UUD kita. Dari berbagai bagai fasal lainnya tercermin pula, keinginan dan hasrat untuk juga mempergunakan ilmu dan kenyataan sebagai alat untuk mencapai keadilan sosial itu.
(4). Kesimpulan. Jikalau pengertian pengertian tentang ide demokrasi terpimpin dan tentang Pancasila, seperti yang telah dijelaskan di atas, kita banding satu sama lain, maka kesimpulan-kesimpulan yang dapat kita tarik ialah sebagai berikut: (1). Ide demokrasi terpimpin tidak hanya, tidak bertentangan dengan Pancasila, melainkan ide demokrasi terpimpin secara prinsipil, dapat didasarkan kepada ajaran Pancasila. (2). Ide demokrasi terpimpin, tidak hanya merupakan kelanjutan dari pada perkembangan dan perkayaan ajaran Pancasila, melainkan pula suatu konsekwensi dari pada ajaran Pancasila.
(5). Pelaksanaan demokrasi terpimpin, dalam tarafnya sekarang yang sudah dimulai dengan memberikan hak hidup dan hak perwakilan dari pada golongan fungsional dalam Dewan Nasional. Dewan Perancang Nasional dan nanti dalam Dewan Perwakilan Rakyat, disertai dengan penyederhanaan sistem kepartaian, baik dalam isi jiwanya maupun dalam jumlahnya. Adalah sesuai dengan keseluruhan fasal-fasal dan ketiga-tiga UUD, yang ketiga-tiganya berdasarkan dan bersumber dari Pancasila.
(6). Dalam hubungan pelaksanaan ini, maka UUD 45, dengan (a). Majelis Permusyawaratan Rakyatnya. (b). Presiden dan Wakil Presidennya.(c). Dewan Menterinya dan, (d). Dewan Pertimbangan Agungnya. Memberikan ruang yang tepat untuk gerak yang lebih cepat bagi terlaksananya demokrasi terpimpin itu. Sesuai dengan sosial ekonomi, fase dari pada revolusi kita dewasa ini, yang ingin mengadakan masyarakat adil dan makmur tanpa menyampingkan sifat ke demokrasiannya dan sumber moralitasnya.
(7). Karena itu, maka Pancasila merupakan satu-satunya landasan yang kokoh, kuat bagi demokrasi terpimpin dalam negara dan masyarakat Indonesia.
Demikian prasaran di depan seminar Pancasila yang berlangsung di Kota Djokjakarta pada tanggal 16 sampai 20 Februari 1959. ***