Jumat, November 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Harmoko, Pers Pancasila, Pers Liberal

Jakarta, Demokratis

Pers Pancasila dilahirkan di Universitas Indonesia, Jakarta. Saat seminar digelar oleh Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia, Jakarta, berkerjasama dengan Fakultas Publisistik UI Jakarta, tahun 1966.

Pers Pancasila adalah pers anti PKI yang dirumuskan Soemantoro, sesudah pers anti PKI dilarang terbit pada masa orde lama.

Ada dua pers liberal yang lahir tahun 1965 saat itu yakni Kantor Pemberitaan Angkatan Bersenjata yang dibidani Jenderal Ahmad Yani yang langsung dikelola oleh Kadispenad TNI AD.

Sementara wartawan bergabung dengan Badan Pendukung Soekarnoisme (BPS), yang dipimpin Soemantoro dari Koran Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta. Soemantoro adalah kader dari Tan Malaka.

Soemantoro politisi Partai Murba yang mengundang Tan Malaka hadir saat Kongres Wartawan PWI di Solo tahun 1946 dengan Sumanang sebagai tuan rumah.

Tag line BPS adalah Soekarno Kill Soekarnoisme, akibat Soekarno dekat dengan PKI. BPS kemudian dikubur hidup-hidup oleh pemerintah, dan Soemantoro di bui tanpa peradilan.

BPS adalah wadah pers anti PKI dengan tokohnya dari Partai Murba yakni Sayuti Melik, Soemantoro kemudian mendirikan Kantor Berita Nasional Indonesia (KNI), serta Harmoko, Zoelharman. BPS dibiayai gelap-gelapan oleh Menteri Perdagangan Adam Malik.

Profesi pers pada saat itu terbelah dua di mana yang terkuat yang pro PKI di bawah Karim DP pengurus wartawan yang diakui pemerintah yang dapat portofolio menjadi anggota Dewan Revolusi yang diumumkan Letkol Untung dalam Gerakan G30S/PKI.

Pada saat pengurus wartawan terbelah antara BM Diah Nasionalis dan Rosihan Anwar Sosialis. Lima tahun kemudian Harmoko terpilih jadi Ketua dengan menyatukan organisasi wartawan kembali.

Sebelumnya, pada masa Menteri Pertahanan dijabat oleh Iwa Kusuma Sumantri.

Adalah Soemantoro, Harmoko, dan Roberto Bangun wartawan Suluh Marhaen sering mampir tidur di paviliun di rumah Iwa Koesuma Sumantri meski cuma beralas meja di Menteng, Jakarta. Sebab mereka dikejar-kejar oleh wartawan pro PKI.

Pertemuan ide antara Suharto dan Harmoko yang sama anti PKI. Setelah Adam Malik tokoh Partai Murba yang dibentuk Tan Malaka, sebagai Wakil Presiden dan mantan Ketua DPR dan MPR RI Adam Malik menyelesaikan tugasnya.

Adam Malik bertukar posisi dengan Harmoko. Harmoko wartawan alumni dari BPS dipercaya menjadi Menteri Penerangan beberapa periode dan menteri Urusan Khusus di akhir kekuasaan Presiden Suharto.

Banyak kebijakan kontroversial di era Harmoko menjadi Menteri Penerangan mulai pembredelan, penerbitan koran dibatasi sampai isu saham kosong dalam setiap penerbitan baru.

Sampai kemudian Harmoko diganti dari Menteri Penerangan yang saat itu jadi berita tersendiri hingga digantikan Menteri Penerangan Jenderal Hartono dari TNI AD.

Menyadari dinamika revolusi media yang cepat saat menjabat sebagai Ketua DPR/MPR RI Harmoko setuju dengan lahirnya UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sejak itu pers memasuki era liberal siapa saja bisa mendirikan media berbadan hukum tanpa SIUP dan SIT.

Pers Liberal lahir termasuk dari tangan Harmoko yang demokrat. Dengan kode etik wartawan sebagai moral dan nilai.

Perusahaan pers kemudian tumbuh seperti jamur di musim hujan meski kecil-kecil, sedang yang dimiliki modal besar bertumbangan malah sekarang ada yang sudah mengurangi halaman karena ditinggal pembaca atau jadi koran tidak fungsional.

Kebebasan dan moral adalah Pers Pancasila yang bertahan. (Erwin Jose Rizal)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles