Indramayu, Demokratis
Historis atau sejarah kopi di bumi Nusantara ternyata panjang, unik dan bahkan nyeleneh. Khususnya sejarah tanaman kopi, biji kopi dan atau produk kopi yang dihasikan dari bumi Sumatera Utara, yakni di antaranya yang dikenal sebagai Kopi Lintong, Kopi Sipirok, Kopi Mandailing, dan Kopi Gayo, dan Kopi Sidikalang dan banyak varietas kopi top lainnya. Dengan cita rasa kopinya yang tidak asing lagi di lidah masyarakat Sumatera Utara maupun di lingkungan para perantauan.
“Namun dalam akhir dekade ini, hijrah kopi ini sudah lama. Ada yang ditanam di Pulau Jawa. Namun tetap menggunakan namanya kopi Sumatera, tetapi cita rasanya pasti berbeda,” ungkap Koko Siagian tokoh dan pemain kopi dari tanah Batak ketika melakukan presentasi didampingi Demokratis di warung kopi Ibu Tarigan Simpang Lima Pekandangan, Minggu (21/8/2022), saat dia berkunjung ke Bumi Lodra Indramayu, Jawa Barat.
Dasar inilah menurut Koko yang membuat nilai tukar ekonomi para petani kopi asal Sumatera Utara anjlok drastis. Bahkan disayangkan ke depan masa suram varietas kopi Sumatera ini akan punah. Dengan dasar inilah maka hampir sama fenomenanya yang berkaitan dengan harga gabah (padi), yang selama ini akan tidak terkendali dan selalu fluktuatif dan kerap anjlok.
“Bahkan cita rasa kopi Sumatera, khususnya Sumatera Utara, lambat laun pasti akan hilang dari sejarah. Contohnya saja, terkait yang kami temukan di lapangan serta di pasar kopi Nusantara. Sebagai contoh, terkait Kopi Lintong, Kopi Sipirok itu, sangat sulit bangkit karena berbagai faktor. Seperti pengaruh unsur cuaca atau iklim dan hama yang menjadikan hasil buahnya menurun dan kurang mampu mencukpi kebutuhan pasar dan pecinta kopi,” katanya.
Ajaibnya, katanya, di pasar kopi susu, kopi tersebut selalu ada dan banyak beredar. Sehingga dalam rangka inilah, pihaknya dari kelompok tani Maju Jaya Desa Sialaman Sipirok Tapian Nauli Selatan, Sumatera Utara yang terobsesi menjual langsung produk kopinya melalui program industri hulu ke hilirnya dan sekaligus mengedukasi ke pada penikmat kopi Sumatera Nusantara, di manapun berada.
“Terkait dalam cita rasa kopi Sumatera, khususnya kopi dari Sumatera Utara, kami mendapatkan rasa penyesalan yang sangat mendalam terkait dengan orang-orang ada yang menjual bibit kopi dari Sumatera untuk ditanam di Pulau Jawa, konon di daerah Bogor. Sehingga terjadi ada suatu perbedaan rasa, ketika kopi varietas Ateng Sigararhutang ini ditanam di pulau Jawa,” jelas Koko.
“Apalagi jenis kopi arabica, karena tanah, kadar air dan ketinggiannya sangat berbeda, kalaupun mungkin sama dengan ketinggian di atas permukaan laut (dpl) kebunnya, dan ataupun pola tanamnya, namun pasti rasanya tak mampu membohongi lidah pecinta kopi,” ungkap Jhonson Sihombing aktivis kopi North Sumatera, menimpali acara representasi.
“Bedanya cita rasa itu pasti. Dan lama kelamaan cita rasa keasliannya akan pudar. Dalam rangka inilah kami mengedukasi kepada para pengusaha kopi di Kota Indramayu hadir dalam rangka acara diskusi Arabica North Sumatera,” pungkasnya. (S Tarigan)