Hari ini 11 tahun yang lalu, atau tepatnya 12 Februari 2011, Presiden Mesir Hosni Mubarak mengundurkan diri setelah berkuasa selama 30 tahun. Ia lengser dari jabatannya sebagai orang nomor satu Mesir karena mendapatkan desakan dari rakyatnya lewat gelombang protes yang panjang. Rakyat Mesir menganggap kepemimpinannya kerap bermasalah. Kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia ada di baliknya.
Kepemimpinan Hosni Mubarak acap kali dicap sebagai periode terburuk dalam sejarah Mesir. Ia menjadi cerminan bobroknya demokrasi di tanah Mesir. Kecurangannya dalam pemilu misalnya. Tiap pemilu dilangsungkan, kecurangan selalu mengiringi.
Karenanya, Hosni Mubarak dan partainya selalu aman berada di pucuk kekuasaan. Ambil contoh pada pemilu 2005, kendaraan politik Hosni Mubarak, Partai Demokratik Nasional mendapatkan suara hampir 69 persen. Jumlah itu meningkat menjadi 81 persen pada pemilu 2010.
Kecurangan itu membuat segenap masyarakat Mesir geram. Apalagi siapapun yang berseberangan dengannya akan disingkirkan. Kekerasan jadi ajiannya. Belum bersuara saja, segala macam corong komunikasi telah dibatasi. Termasuk media massa. Rakyat Mesir kemudian melihat pemimpinnya sebagai seorang yang otoriter.
Puncaknya luapan kemarahan rakyat Mesir memuncak lewat media sosial. Ruang protes yang aman itu digunakan untuk menggalang massa. Dukungan pun meningkat sampai akhirnya rakyat Mesir bersatu dalam barisan protes turun ke jalan. Yang mana, protes berdarah itu berlangsung berhari-hari hingga kemudian menghasilkan sebuah revolusi. Hosni Mubarak berhasil dilengserkan setelah 30 tahun berkuasa.
“Dalam revolusi tersebut, masyarakat sipil Mesir berhasil melengserkan Presiden Hosni Mubarak yang telah berkuasa secara sewenang-wenang selama 30 rahun. Selama kurun waktu itu, Mubarak memberlakukan emergency law yang melegitimasi terjadinya tindakan arbitrer oleh aparat keamanan negara, terutama kepolisian.”
“Berbagai tindak kekerasan dan pelanggaran hak asasi yang dilakukan oleh kepolisian Mesir terdokumentasi dan tersebar luas di ranah cyberspace (atau internet) melalui penggunaan information and communication technologies (selanjutnya disebut ICTs). Sebelum lengser, Mubarak memutuskan untuk melakukan shut down, yakni mematikan seluruh jaringan internet dan komunikasi, dalam rangka mengurangi political dissent, atau perbedaan pendapat,” tutup Amira Woworuntu dalam buku Transnasionalisme (2018).
Hosni Mubarak lahir di Kafr El-Meselha, Provinsi Monufia di utara Kairo pada 4 Mei 1928. Perwira militer berpangkat Marsekal yang pernah menjadi Komandan Angkatan Udara Mesir ini meninggal di Kairo pada 25 Februari 2020. ***