Bumi bertuah sebagainama lain dari Provinsi Riau dengan bumi lancang kuning literasi simbol Riau, yang kini menapak usia ke-64 tahun perlu kita rayakan. Setidaknya bersyukur bahwa enam puluh empat tahun yang lalu (8 Agustus 1958 – 8 Agustus 2021) kita tak dapat membayangkan kemajuan seperti sekarang ini. Sesuatu yang luar biasa menggembirakan. Kepada Bapak Gubernur Syamsuar dan segenap jajaranya kita ucapkan selamat HUT ke-64 Provinsi Riau.
Wilayah bumi bertuah memuat makna pandangan ideologis daerah provinsi di mana masyarakatnya menerima keberagaman yang penuh dinamika. Dirajut dalam kemasan makna simbol lancang kuning hendak belayar ke laut dalam.
Posisi di tengah pulau Sumatera yang dahulunya dinisbahkan sebagai pulau perca atau pulau kecil. Perca bermakna potongan kecil. Namun jika dikonversi dari bahasa Sunda akan menjadi potongan besar.
Memang tidak semua ingat bahwa Provinsi Riau telah berada usia yang ibarat manusia sudah cukup dewasa. Atau dalam kata lain pada lintasan zaman enam puluh empat tahun yang dalam reliatasnya makin berkembang dan alhamdulillah menapak progres maju.
Provinsi Riau memasuki usia ke-64 sesuai dengan ditetapkannya UU Nomor 61 Tahun 1958 yang disejalankan terbentuk Provinsi Jambi. Provinsi Riau sendiri waktu awalnya ibu kotanya Tanjungpinang, yang kemudian pindah ke Pekanbaru.
Sebelumnya Riau ditetapkan jadi provinsi oleh Dewan Banteng 14 Oktober 1957 dengan Gubernur Militer Mayor Syamsi Nurdin. Pelantikan dilakukan oleh Ketua Dewan Banteng Letkol Ahmad Husen di halaman kantor Dewan Harian Provinsi Riau, kini Korem 31 Wira Bima Pekanbaru.
Selanjutnya berdasarkan UU Nomor 61 Tahun 1958 tersebut di atas maka Hari Lahir Provinsi Riau ditetapkan 9 Agustus 1958. Sebuah keputusan resmi selanjutnya ditentukan berdasar Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1999.
Perkembangan kemudian Provinsi Riau dimekarkan menjadi dua, yakni Provinsi Riau dengan ibu kotanya Pekanbaru dan Provinsi Kepulauan Riau dengan ibu kotanya Tanjungpinang hingga sekarang ini.
Setelah menempuh era waktu cukup panjang ada yang menarik kita kenang dari memori masa lampau. Kata bijak orang Melayu, kalau kamu merasakan manisnya air tebu, maka jangan lupakan petani yang menanam.
Adalah Makrifat Marjani anggota perlemen tertipilih pemilu 1955 dari Sumatera Tengah antara lain yang patut kita kenang. Pidatonya dalam arsip di perlemen bisa menunjukkan bagaimana perjuangan untuk Provinsi Riau dan Jambi tersebut. Di bawah modal dukungan kongres rakyat Riau tahun 1955 dengan tokoh masyarakat maka dilakukan tuntutan untuk memisahkan diri dari Sumatera Tengah.
Pemerintah Pusat Jakarta dan Pemerintah Sumatera Tengah tidak berkenenan untuk melakukan pemisahan dari Sumatera Tengah. Yang di situ ada Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Sebagai catatan daerah lain juga bergolak dalam hal yang bersamaan seperti Aceh dan Kalimantan Barat.
Alasan keberatan utama adalah memecah belah keutuhan wilayah. Sementara pihak yang berjuang berdalih untuk kemajuan dan pembangunan daerah. Maka harus ada otonom yang memberi keleluasan mengembangkan daerah. “Jika harus berontak baru dipenuhi tuntutan maka rakyat Riau akan melakukan pemberontakan,” pidato Makrifat Mardjani di DPR.
Hal itu dibenarkan oleh Mukhtar Husin seorang tokoh Tanjungpinang Kepulauan Riau kepada penulis saat betemu beliau pada tahun l969. Ia mengenang seriusnya tokoh Riau dalam berjuang untuk mendapatkan provinsi. Terwujudnya kesamaan persatuan tekad dan pandangan. “Waktu itu kita sangat kompak,” ujarnya.
Sama halnya dengan penjelasan Radja Roesli (alm) anggota DPR RI 1999-2004 bahwa Provinsi Riau didukung oleh cita-cita otonom daerah. Ia menyebut peristiwa konflik PRRI dan Pusat Riau mendapatkan peluang. “Biduk lalu kiambang bertaut,” kenangnya Riau versi Dewan Banteng tersebut. (Pelangi Kehidupan Biografi Radja Roesli, Perpustakaan Nasional 2005, halaman 80).
Kekompakan itu didukung oleh sederet nama tokoh lain yang menggagas Kongres Pemuda Riau 17 Oktober 1956 di Pekanbaru. Kecuali itu ada Wan Ghalib (Ketua Badan Penghubung) Persiapan Pembentukan Provinsi Riau, Zaini Kunin Abdullah Hasan, Ridwan Taher Ali Rasahan, A Jalil, Nahar Effendi Azhar Husni T Arief, DM Janur, Letkol Hasan Basri, Letkol Abdul Muis dan Letkol Maksum Sadjdy, Mayor Saidina Ali, dan banyak lagi.
Riau pada kekinian ada 6,4 juta pemduduk dengan 15 kabupaten dan kota, dengan APBD 5,8 triliun (2021) mungkin bisa dilihat dari uraian dalam perspektif ekonomi dan budaya.
Pertama, perlu dilihat penggalian sumber ekonominya. Bagaimana minyak bumi dan sawit memberi kontribusi pada APBD.
Kedua, perlu pembangunan infrastruktur dan sarana jalan.
Ketiga, bidang budaya perlu ditindaklanjuti, pendidikan, agama, teknologi terapan yang tepat guna.
Dengan tiga perspektif ini Riau tidak hanya muncul dalam simbol bumi bertuah, tetapi terealisasi dalam tata kehidupan Melayu yang berkemajuan. Maju dalam berpikir, bersatu dalam membangun, dan ikhlas untuk berkhidmat kepada daerah.
Ini tantangan yang harus dihadapi. Seperti ungkapan lancang kuning berlayar malam sedang melaju ke laut dalam. Kalau nakhoda tidaklah pandai bisa perahu jadi tenggelam.
Selamat HUT ke-64 kepada Bapak Gubernur dan jajarannya. Semoga sukses dalam meneruskan capaian pembangunan selanjutnya. Amin.
Jakarta, 30 Juli 2021
*) Dr Masud HMN Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com