Sabtu, Oktober 4, 2025

Ikuti Putusan MK, UU BUMN Resmi Melarang Menteri dan Wamen Jadi Direksi dan Komisaris

Jakarta, Demokratis

Dalam UU No. 1 Tahun 2025 tentang BUMN, mengatur larangan menteri dan wakil menteri (wamen) rangkap jabatan di struktur BUMN. Dilarang menjabat komisaris apalagi direksi perusahaan pelat merah alias BUMN.

Larangan itu disampaikan Ketua Komisi VI DPR, Anggia Ermarini terkait pembicaraan tingkat I revisi UU BUMN. “Aturan larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri (wamen) menjabat direksi, komisaris dan dewan pengawas (dewas) BUMN, merupakan tindak lanjut keputusan Mahkamah Konstitusi (MK),” ucap Anggia di Jakarta, Sabtu (4/10/2025).

Dari sisi pemerintah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Rini Widyantini sebagai mengatakan menteri dan wamen yang tengah rangkap jabatan di struktur BUMN diberi waktu dua tahun, terhitung sejak putusan MK soal larangan rangkap jabatan.

“Ketentuan mengenai rangkap jabatan menteri dan wakil menteri sebagai organ BUMN berlaku paling lama 2 tahun, terhitung sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang terkait dengan rangkap jabatan menteri dan wakil menteri diucapkan,” ujar Menteri Rini.

Sebelumnya, pemerintah dan Komisi VI DPR telah  menyepakati larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri sebagai direksi hingga komisaris BUMN. Hal ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 128-PUU-XXIII-2025.

Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas mengungkapkan, sesuai keputusan MK, maka rangkap jabatan tidak berlaku bagi pejabat eselon I kementerian.

“Sampai hari ini belum ada (larangan untuk eselon I),” ujar Menkum Supratman usai rapat kerja (raker) dengan Komisi VI DPR di Ruang Rapat Komisi, Jakarta, Jumat lalu (26/9).

Menurutnya, wakil pemerintah harus tetap ada untuk menjadi pengawas di BUMN. Artinya, tak mungkin semua pejabat dilarang untuk berada di struktur badan perseroan. “Ya (masih bisa eselon I) karena memang wakil pemerintah kan harus ada di sana,” jelasnya.

MK menyatakan wakil menteri dilarang untuk rangkap jabatan sebagai komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta.

Hal itu termuat dalam Putusan Perkara Nomor: 128/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh Advokat Viktor Santoso Tandiasa terkait pengujian materi Pasal 23 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

“Amar putusan: 1. Mengabulkan permohonan pemohon I untuk sebagian,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/8).

MK menyatakan Pasal 23 UU Kementerian Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916 bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai. (Dasuki)

Related Articles

Latest Articles