Jumat, November 1, 2024

Ilmu dan Kebijaksanaan

Amat mengejutkan apa yang dikatakan Mahfud MD Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) koruptor ternyata 87 persen berlatar belakang pendidikan Strata-2 (S2). Artinya mereka orang terdidik dan berilmu.

Gejala yang dilansir Menkopolhukam Mahfud MD ini amat berlawanan dengan doktrin yang ditekankan kepada saya ketika masa kecil diajarkan kepada anak-anak sebaya di sekolah agar berilmu dan besar nanti punya kemampuan menghadapi kehidupan masa depan. Waktu yang akan datang dari kehidupan akan berubah. Oleh karenanya memerlukan ilmu atau pengetahuan baru.

Oleh Charles Sandes Piere terkait dengan itu dikatakannya adalah untuk menjadikan kejernihan apa yang kita inginkan. Dalam bukunya yang berjudul How To Make Clear Our Idea (membuat jelas ide pemikiran). Sarjana asal Amerika itu hidup dalam abad 19 atau tahun 1849-1914 menyokong juga.

Charless Sandes Piere memerlukan ide jelas dan teratur. Tujuannya pemikiran jelas. Demikian Charles Piere (Majalah Suara Muhammadiyah, 4 April 2021).

Maka dalam hubungan ini muncullah ungkapan untuk siapa yang mau eksis di hari depan harus berilmu. Sebaliknya yang tak punya ilmu tidak punya hari depan. Maksudnya mendorong belajar. Mendapatkan ilmu. Tidak boleh abai untuk mencari ilmu.

Topik artikel ini ilmu dan kebijaksanaan hendak coba menjawab fungsi ilmu dan kebijaksanaan dalam hidup. Rasanya menjadi relevan. Orang berilmu perlu didampingi kebijaksanaan dan taqwa agar ilmu itu bermanfaat seperti kita harapkan.

Kalau kita hubungkan dengan Abu Bakar Sahabat utama Nabi Muhmmad SAW, ungkapan kecerdasan yang paling cerdas ialah taqwa. Sementara kebodohan yang paling bodoh adalah kemaksiatan dan kejujuran yang paling jujur adalah amanah dan kekuasan yang paling dicela adalah khianat.

Pada intinya kecerdasan yang piling derdas itu adalah taqwa bukan pintar ilmu saja. Mereka yang terlibat jadi koruptor yang disebut di atas adalah berilmu pintar. Tapi tidak taqwa.

Ungkapan Abu Bakar ini termasuk juga menyebutkan orang paling bodoh, paling tidak jujur dan penguasa yang khianat. Itu semua adalah tercela. Ini adalah kehati-hatian yang harus diingat. Selain perlunya orang yang berilmu dan pintar. Demikian Abu Bakar menyampaikan petuahnya.

Kembali terhadap ilmu dan kebijaksanaan itu sudah ada potensi kita semua. Untuk berilmu dan untuk bijaksana. Hanya bidangnya yang berlainan, yaitu ilmu konsentrasinya adalah akal. Sementara kebijaksanaan bertengger pada hati atau kalbu.

Sehingga diistilahkan bersatu dan kompak antara akal dan kalbu. Jangan sampai terpecah antara akal dan kalbu. Seyogyanya jangan sampai pecah kongsi antara akal dan kalbu.

Karena itulah antara ilmu dan kebijaksanaan jangan sampai berantakan. Kita semua berupaya ke arah itu. Dua-duanya bisa berfungsi.

Jakarta, 21 Juni 2023

*) Penulis adalah Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles