Jakarta, Demokratis
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyatakan, buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra tidak tercatat dalam daftar keimigrasian saat terbang ke Malaysia. Pasalnya, tim kuasa hukum Djoko Tjandra, Andi Putra Kusuma mengaku kliennya menjalani perawatan medis di Kuala Lumpur, Malaysia.
“Atas nama Joko Soegiarto Tjandra tidak ada dalam data perlintasan imigrasi,” kata Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang dikonfirmasi, Senin (13/7).
Sementara itu, Andi selaku kuasa hukum Djoko Tjandra mengklaim, hingga kini kliennya masih berada di Kuala Lumpur, Malaysia. Namun, dia tidak mengetahui secara pasti apakah Djoko Tjandra masih dalam pengobatan atau tidak.
“Iya di Malaysia. Kalau kami tahunya beliau masih di Malaysia. Cuma kalau kondisi berobat apa tidak mungkin Bu Anita (Anita Kolopaking) yang lebih tahu karena beliau yang berhubungan,” akui Andi.
Kendati demikian, andi mengklaim akan mengupayakan menghadirkan Djoko Tjandra dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin (20/7) mendatang. Namun, keputusan kehadiran tersebut ada pada Djoko Tjandra.
“Jadi mohon dipahami, kita juga punya kepentingan untuk supaya pak Djoko itu bisa benar-benar hadir. Cuma keputusan kan ada di tangan pak Djoko, hadir apa nggak. Tapi kita mengupayakan kok,” cetus Andi.
Kejaksaan Agung menegaskan, akan melakukan penelusuran terkait keberadaan Djoko Tjandra. Karena saat ini dia masih menjadi buronan.
“Kami baru terima suratnya, karena kemarin belum mendapat info secara pasti,” kata Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasipdsus) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Ridwan Ismawanta di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/7).
Dia mengaku, tak menutup kemungkinan akan bekerjasama dengan aparat penegak hukum Malaysia untuk menangkap Djoko Tjandra. Karena, Jaksa Agung Sianitar Burhanudin dengan tegas menyatakan untuk menangkapnya.
“Saya belum bisa menjawab, itu pasti nanti pimpinan kita kalau teknis tapi yang jelas kejaksaan harus ditangkap, eksekusi,” ujar Ridwan.
Karena Djoko Tjandra hingga kini masih berstatus buronan Kejaksaan. Sehingga menjadi tanggung jawab Kejaksaan Agung untuk meringkusnya. “Masih DPO, iya masih DPO Kejaksaan,” tandasnya.
Untuk diketahui, Djoko Tjandra merupakan terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali senilai Rp 904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Kejagung pernah menahan Djoko pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan agar Djoko dibebaskan dari tuntutan, karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.
Tak puas putusan hakim, Kejaksaan Agung mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Majelis hakim memvonis Djoko dua tahun penjara dan denda Rp15 juta.
Bahkan, uang milik Djoko di Bank Bali sebesar Rp 546,166 miliar harus dirampas negara. Imigrasi kemudian mencegah Djoko keluar negeri. Namun, Djoko kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkaranya.
Kejaksaan kemudian menetapkan Djoko sebagai buronan. Namun, hingga kini Djoko Tjandra belum berhasil ditangkap oleh Korps Adhyaksa. (Red/Dem)