Jakarta, Demokatis
Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Muhammad Syarif Bando mengatakan, Perpusnas merupakan salah satu lembaga negara yang paling siap dalam menghadapi pandemi Covid-19. Pasalnya, sejak 2015, Perpusnas sudah memulai migrasi ke konten digital.
“Alhamdulilah, dua tahun belakangan ini, Perpusnas telah menjadi perpustakaan terbaik dunia dalam menyajikan jurnal ilmiah,” kata Syarif Bando dalam talk show yang digelar Pusat Analisis Pengembangan Perpustakaan dan pengembangan Budaya Baca di Jakarta, Senin, (17/5/2021).
Syarif Bando menjelaskan, saat ini sudah 6,5 juta orang pengguna aktif dalam konten digital Perpusnas yang mengakses 3-4 miliar artikel ilmiah. Namun, data Perpusnas menyebutkan, baru 30 juta penduduk Indonesia yang familiar dengan digitalisasi konten ilmu pengetahuan.
“Dari angka itu, 6,5 juta orang di antaranya mengaku tidak bisa memisahkan hidup mereka dari ilmu pengetahuan berbasis digital. Itu artinya, masih terdapat kesenjangan 240 juta penduduk Indonesia yang belum terkoneksi. Ini ruang yang harus dibangun bersama,” kata Syarif Bando.
Kepala Perpusnas membantah anggapan bahwa orang Indonesia malas membaca. Ia menuturkan, budaya literasi di Indonesia sejatinya sudah sangat tinggi. Faktanya, bukti peninggalan sejarah pada abad ke-2 di Kerajaan Kutai Kartanegara, lalu berlanjut ke Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan peradaban yang tercipta lewat pembangunan Candi Borobudur.
“Sedangkan, di belahan benua lain pada abad ke-15, Christopher Colombus baru menemukan benua Amerika. Lalu, Abel Tasman menemukan Selandia Baru abad-16. Artinya, negara-negara Eropa selalu mengakui Indonesia sebagai negara tertua seribu tahun dari mereka. Bagaimana bisa kita katakan Indonesia mempunyai budaya baca yang rendah?” kata Syarif Bando.
Maka, jika banyak penelitian menunjukkan bahwa budaya membaca masyarakat Indonesia rendah, itu hanya persoalan ketersebaran buku yang belum merata ke berbagai pelosok daerah. Bayangkan saja, satu buku ditunggu 90 oleh orang untuk dibaca.
“Indonesia hanya kekurangan buku. Merujuk ketentuan UNESCO, Indonesia masih kekurangan 500 juta buku yang harus didistribusi,” tegas Syarif Bando.
Sementara itu, anggota Komisi X DPR, Putra Nababan menegaskan dukungan positif pada momen perayaan ulang tahun ke-41 Perpusnas. Apalagi pada momen pandemi Covid-19 seperti saat ini, digitalisasi konten Perpustakaan sangat diperlukan.
“Data BPS menunjukkan ada peningkatan literasi, meski sedikit, tapi ini cukup signifikan. Apalagi pada saat pemerintah memberikan bantuan pulsa pada murid, dosen dan guru, fasilitas layanan perpustakaan itu dinikmati,” kata Putra Nababan.
Putra Nababan meminta Perpusnas untuk terus mengusahakan gerakan literasi dengan maksimal, meski mengalami pembatasan dan pemotongan anggaran, yang sebagian besar dialihfungsikan untuk penanggulangan bencana pandemi Covid-19.
“Program transformasi ini harus didanai, harus dibuat masif, karena ini solusi. Catatannya, harus berkolaborasi dengan UMKM dan ekonomi kreatif, karena membaca itu sudah arahnya kesana,” kata Putra Nababan. (Red/Dem)