Indosat dan Tri dilaporkan sudah resmi mengumumkan merger dengan nilai Rp85,5 triliun. Dari gabungan tersebut lahir entitas baru yang bernama Indosat Ooredo Hutchison. Proses pengembangan entitas anyar tersebut diprediksi akan selesai pada penghujung tahun 2021.
Dari hasil merger tersebut, operator seluler Indosat Ooredoo Hutchison disebut-sebut bakal menjadi yang terbesar kedua setelah Telkomsel. Indosat Ooredoo Hutchison diprediks bakal meraih pendapatan tahunan (revenue) sekitar 3 miliar dolar AS atau setara Rp42,7 triliun.
Sedangkan EBITDA (pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortasi) gabungan digadang-gadang bakal tembus 1,3 miliar dolar AS atau setara Rp18,5 triliun.
Muhammad Ridwan Effendi selaku Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB mengomentari merger dua perusahaan tersebut dengan mengatakan bahwa gabungan Indosat Ooredoo dan Tri Indonesia diperkirakan akan meraih jumlah konsumen yang lebih banyak daripada konsumen XL Axiata.
Sedangkan dari sisi infrastruktur, gabungan kedua perusahaan tersebut bakal memilik 97.863 BTS yang akan mengunakan total spektrum 145 MHz. Padahal, sebelum Indosat Ooredoo melakukan merger hanya memiliki 95 MHz saja, sedangkan Tri punya 50 MHz. Gabungan spektrum 1.800 MHz dari Indosat dan Tri juga diperkirakan akan menjadi berlimpah dan lebih banyak dari operator seluler Telkomsel dan XL Axiata.
“Gabungan pita 1.800 dari Tri dan Indosat menjadi sangat dominan dibanding operator lain, hampir dua kali lipat dari Tellkomsel dan XL Axiata,” ungkap Ridwan.
Selain Ridwan, pengamat telekomunikasi Moch S Hendrowijono menyatakan bahwa meskipun Indosat Ooredoo Hutchison digadang-gadang bakal jadi perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di RI, namun tampaknya akan kesulitan menyaingi dominasi Telkomsel. Hendrowijono menyebutkan alasannya yakni pendapatan tahunan dan jumlah konsumen Indosat Ooredoo Hutchison masih kalah jauh dibandingkan jumlah pelanggan yang dimiliki Telkomsel.
Hendro juga menilai setelah merger tersebut pelanggan berpotensi menyusut jika bercermin pada pengalaman akuisisi Axiata oleh XL beberapa tahun lau yang menyebabkan para pelanggan beralih ke operator lain pasca akuisisi. Pasalnya para pelanggan tidak lagi mendapatkan pelayanan yang sama sebagaimana sebelumnya.
“Saya perkirakan ketika merger angka pelanggan tidak otomatis 102 juta, tetapi jauh di bawah 100 juta, hanya sekitar 76-80 juta saja. Ini akibat bayak ex-pelangan Tri direbut oleh operator lain,” kata Hendro.
Dalam laporan keuangan kuartal kedua tahun 2021, operator seluler terbesar di Indonesia, Telkomsel memiliki 169,2 juta pelanggan. Sedangkan pada 2020 lalu, total penghasilan perusahaan sudah tembus Rp87,1 triliun. Jumlah tersebut lebih tinggi dua kali lipat daripada prediksi pendapatan tahunan Indosat Ooredoo Hutchison. (Aria)