Oleh Masud HMN
Adanya informasi setelah Prabowo–Gibran dinyatakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai menang di pemilu banyak yang saling merapat. Di antaranya adalah Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Heran kah kita?
Sebagaimana kita ketahui dua partai tersebut adalah tidak pendukung Prabowo-Gibran pada pemilu yang lalu. Tapi kok Prabowo–Gibran menang, mereka jadi merapat mendukung. Bagaimana membaca situasi ini?
Peroalan dulu tidak mendukung tidaklah sulit menjawabnya. Itu biasa bergantung kepada yang menang. Ambillah tuah kepada yang unggul. Yang punya tuah dan punya kekuatan yang menang.
Demikian ungkapan pepatah ambillah contoh pada yang sudah, dan ambillah tuah kepada yang menang. Bahwa kini Prabowo-Gibran yang bertuah dan menang. Maka pergilah ke yang bertuah dan menang itu.
Tiada yang patut diherankan. Apalagi pada PKB di bawah pimipinan Muhaimin Iskandar sebelum pemilu melamar jadi wakil presiden Prabowo Subianto, namun Prabowo tidak memperhatikan. Tidak berkenan meloloskan permohonan.
Maka dengan serta merta beralih haluan ke Nasdem partainya Surya Paloh, lalu diterima sebagai calon wakil presiden Anies Baswedan. Diusung menjadi wakil presiden tapi kalah.
Dari kenyataan demikian Surya Paloh pun berubah ke Prabowo. Muhaimin dengan PKB-nya pun menemui Prabowo. Sama mendukung Prabowo dalam pemerintahan baru yang akan datang.
Kasus “lompar pagar” ini istilah di Malaysia identik dengan kasus ini. Pindah partai dari satu partai pada yang lain. Partai UMNO ditingalkan Patai Pribumi Bersatu.
Ungkapan lain dari kasus ini adalah “oportunis” atau kesempatan. Dalam nuansa negatif partai yang oportunistis disamakan dengan tidak boleh dipercaya. Kemana angin berembus saja.
Mengikuti kata Najib Alatas intekektual terkenal Malaysia ke mana angin berembus ke situ pimping merunduk. Najib Alatas menulis hal itu dalam buku Sosiologi Korupsi yang terkenal. Ia kaitkan dengan kepribadian pasar yang mempengaruhi korupsi.
Agaknya dukungan Surya Paloh dan Yahya Muhaimin dapat dilihat dalam hubungan kata angin berembus dari buku Sosiologi Korupsi itu. Kini kepribadian angin berembus menjadi lazim dalam patai politik kita, khususnya PKB dan Partai Nasdem.
Jakarta, 20 April 2024
*) Penulis adalah dosen Universitas Muhammadiyah Prof DR Hamka (UHAMKA) Jakarta