Jakarta, Demokratis
Jaksa Agung RI Burhanuddin menegaskan kepada seluruh Jaksa dan Pegawai Kejaksaan di seluruh Indonesia, jangan coba-coba bermain dan meminta-minta dalam proyek di Pemerintahan.
Hal disampaikan secara virtual di hadapan para Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), para Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) dan para Kepala Cabang Kejaksaan Negeri beserta jajaran di seluruh Indonesia, Senin (31/1/2022).
Dalam setiap kesempatan, Jaksa Agung selalu menekankan dan mengingatkan kembali bahwa seluruh tindakan warga Adhyaksa selaku aparat penegak hukum adalah selalu bermuara pada pencapaian tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia.
“Setiap tindakan penegakan hukum yang dilakukan, sesungguhnya untuk menyokong segala upaya pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia, khususnya perwujudan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,” tegasnya.
Secara teoritis, dalam penegakkan hukum integral, kebijakan penegakkan hukum dan kebijakan kriminal merupakan satu kesatuan utuh dari kebijakan pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, Rencana Pembangunan Jangka Menengah IV Tahun 2020-2024 dan 7 (tujuh) Agenda Pembangunan Nasional Tahun 2020-2024.
Artinya Kejaksaan dengan segala kewenangannya diberdayakan seutuhnya untuk menopang pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa seorang penegak hukum haruslah memahami dan mendorong pencapaian kebijakan pemerintah, bukan melakukan tindakan-tindakan hukum dengan alasan selain alasan penegakan hukum atau bahkan karena dorongan kepentingan pribadi.
“Saya ingatkan para Kajati, para Kajari, para Asisten, dan para Kacabjari dan seluruh Jaksa dan pegawai se-Kejaksaan, jangan bermain dalam proyek. Kejaksaan sudah saatnya meninggalkan praktik penegakan hukum yang bersifat parsial, dan hanya melihat undang-undang dengan kacamata kuda, yang memisahkan antara norma undang-undang dengan asas dan nilai dasar hukum serta tujuan pemidanaan yang diakui dalam ilmu hukum,” sebut Jaksa Agung.
Dengan konsep tersebut, maka pola-pola penanganan perkara yang transaksional, budaya mafia peradilan sejauh mungkin diakhiri, bukan lagi mengurangi.
“Saya ulangi lagi, agar warga Adhyaksa seluruhnya baik di pusat maupun di daerah, mengakhiri praktek penegakkan hukum yang tidak terpuji,” ujarnya.
Menurutnya, perlu dikembangkan praktek penegakan hukum integral, yang dapat menjamin keadilan dan keamanan warga masyarakat, peradilan yang jujur dan bertanggung jawab, etis dan efesien, serta berpatokan pada hati nurani.
Sebagai pelaksana kebijakan penegakan hukum pemerintah, Jaksa Agung menginstruksikan agar segenap warga Adhyaksa baik di pusat maupun di daerah, untuk berperan:
Pertama, menjadi “AGEN PERCEPATAN PEMBANGUNAN NASIONAL”. Artinya janganlah penegakkan hukum pidana baik preventif maupun represif, menghambat proses pembangunan nasional.
Kedua, menjadi “AGEN PENYETABIL ATAU STABILISATOR SITUASI DAN KONDISI” di daerah dimanapun saudara ditugaskan. Artinya penegakan hukum yang dilakukan tidak lagi kontra produktif yang menimbulkan kegaduhan. Ingat, jangan sampai ada kegaduhan. Oleh karena itu, penegakan hukum bersinergi mendorong terciptanya keamanan dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dan bernegara baik di pusat maupun di daerah.
Ketiga, jadilah “AGEN PENGAMANAN ATAS SELURUH ASSET NEGARA”. Apabila ada kebocoran yang disebabkan perilaku koruptif. Artinya tindakan represif dilakukan secara profesional, proporsional dan berhati nurani.
“Di sinilah peranan seorang Jaksa dibutuhkan untuk selalu memberikan pendampingan, pembinaan, dan pengingat kepada segenap stakeholder pemerintah setempat sebagai pelaksana pembangunan, guna menyukseskan program-program pembangunan yang ada,” paparnya.
Jaksa Agung menegaskan bahwa dirinya kecewa dan marah atas perbuatan oknum Kejaksaan yang masih melakukan perbuatan tercela, apalagi dengan meminta-minta proyek.
“Sejak hari ini, hentikan semua perbuatan tercela itu, apabila diperlukan, saya selaku Jaksa Agung akan bertindak tangan besi untuk menghukum anak-anak saya demi terjaganya marwah institusi Kejaksaan,” pungkasnya.
Walaupun dengan berat hati, dia pastikan akan mencopot jabatan saudara sebagai penerapan sanksi administratif, dan lebih jauh lagi, penerapan sanksi pidana sesuai dengan kadar berat ringannya kesalahan, agar menimbulkan efek jera serta pembelajaran bagi semua.
Selain itu, Jaksa Agung juga masih melihat ada oknum Kejaksaan baik di pusat maupun di daerah, yang mengumbar kemewahan, memakai perhiasan dan bergaya hidup mewah, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di media sosial.
Perilaku tersebut bertolak belakang dengan Instruksi Jaksa Agung Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pola Hidup Sederhana, karena dapat memicu perilaku koruptif.
“Saya ingin menggarisbawahi untuk teman-teman semua, tolong jaga marwah ini, tolong jaga institusi ini, dan meminta Kapuspenkum untuk membuka aduan siapa saja para Jaksa maupun pegawai Tata Usaha yang masih meminta-minta proyek,” pinta Jaksa Agung.
Jaksa Agung meminta setiap Kepala Satuan Kerja menerapkan instruksi tersebut dengan tulus dan sungguh-sungguh, agar menjadi teladan bagi para anggota di lingkungan kerjanya masing-masing.
“Saudara harus memahami bahwa keberadaan saudara di satuan kerja merupakan contoh nyata bagi para anggota, maka berikan keteladanan yang benar agar tercipta budaya kerja yang sehat, berintegritas, dan profesional, serta menjaga kepercayaan serta dukungan masyarakat yang telah diberikan,” tambah Jaksa Agung. (Tim)