Jakarta, Demokratis
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyebut kasus korupsi yang terjadi di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) merupakan kasus korupsi dengan kerugian terbesar di Indonesia. Nilai kerugian korupsi Asabri ditaksir mencapai Rp 23,7 triliun atau lebih tinggi dari kerugian Jiwasraya.
“Jadi saya tidak main-main di sini, dengan segala risiko saya harus tuntaskan,” kata ST Burhanuddin, dalam wawancara di podcast bersama Deddy Corbuzier, dikutip Kamis (18/2/2020).
Sejauh ini, menurut Sanitiar, kasus korupsi yang cukup besar dan ternyata melibatkan orang-orang yang sama di kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Dia berharap dana nasabah milik para anggota TNI-Polri ini tak akan hilang. Kejaksaan terus gencar melakukan penelurusan aset milik para tersangka lainnya.
Perkembangan terkini penanganan kasus Asabri, Senin (22/2/2021), Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung memeriksa enam orang saksi yang terkait dengan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PT. Asabri.
Seperti dijelaskan dalam siaran pers Kejaksaan Agung, saksi yang diperiksa antara lain:
- AWK selaku Direktur Indo Premier Securities;
- AK selaku Direktur Erdikha Elit Sekuritas;
- HS selaku Direktur PT Harvest Time dan Direktur PT Blessindo Terang Jaya;
- BS selaku Direktur Danareksa Sekuritas;
- DRT selaku President Director PT Maybank Asset Management (2015 s.d 2019) dan Advisor (2020 s.d sekarang)
- JHT selaku Direktur Ciptadana Securities.
Pemeriksaan saksi dilakukan guna mencari fakta hukum dan mengumpulkan alat bukti tentang tindak pidana korupsi yang terjadi pada PT. Asabri. Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid-19.
Pemeriksaan dengan memperhatikan jarak aman antara saksi diperiksa dengan Penyidik yang telah menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap. Saksi wajib mengenakan masker dan selalu mencuci tangan menggunakan hand sanitizer sebelum dan sesudah pemeriksaan.
Kronologi Kasus Asabri
Dari catatan kasus, pada 2012 hingga 2019, Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan serta Kadiv Investasi Asabri bersepakat dengan pihak di luar Asabri yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun manajer investasi.
Pihak dimaksud yaitu Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman Purnomosidi untuk membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri dengan saham-saham milik Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro, dan Lukman dengan harga yang telah dimanipulasi menjadi tinggi. Tujuannya agar kinerja portofolio Asabri terlihat seolah-olah baik.
Setelah saham-saham tersebut menjadi milik Asabri, kemudian saham-saham tersebut ditransaksikan atau dikendalikan Heru, Benny dan Lukman berdasarkan kesepakatan bersama dengan Direksi Asabri sehingga seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi dan likuid.
Padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu dan menguntungkan Heru, Benny dan Lukman serta merugikan investasi Asabri, karena Asabri menjual saham-saham dalam portofolionya dengan harga dibawah harga perolehan saham-saham tersebut.
Untuk menghindari kerugian investasi Asabri, maka saham-saham yang telah dijual di bawah harga perolehan, dibeli kembali dengan nomine Heru, Benny dan Lukman serta dibeli lagi oleh Asabri melalui underlying reksadana yang dikelola oleh manajer investasi yang dikendalikan Heru dan Benny.
Seluruh kegiatan investasi Asabri pada kurun waktu tujuh tahun dari 2012 sampai 2019 tidak dikendalikan oleh Asabri, namun seluruhnya dikendalikan oleh Heru, Benny dan Lukman. (Bs/Dem)