Indramayu, Demokratis
Terkait pemberitaan Demokratis yang terbit tanggal 17 Maret 2025 berjudul Pembuatan Sertifikat PTSL di Desa Kedungwungu-Indramayu Diduga Jadi Ajang Pungli.
Dalam penggalan berita itu disebutkan bila peserta program pembuatan sertifikat PTSL di Desa Kedungwungu, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, dipungut biaya antara Rp250 ribu hingga Rp400 ribuan/bidangnya.
Masyarakatpun mengeluh dan merasa keberatan atas pungutan biaya sebesar tersebut yang dikenakan panitia dan Pemdes setempat.
Jika mengacu kepada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Mendagri, Mendes PDTT No. 25/SKB/V/2017; No. 590-3167A Tahun 2017 dan No. 34 Tahun 2017, biayanya Rp150.000/bidang.
Sementara programnya sendiri sudah dibiayai sepenuhnya oleh Pemerintah bersumber dari APBN alias gratis seperti tertuang dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) di Kantor BPN.
Peruntukkan anggaran tersebut meliputi biaya pengukuran dan pemetaan bidang tanah, penyuluhan, pengumpulan dan pengolahan data yiridis, sidang panitia, pembukuan hak dan penerbitan sertifikat.
“Sedangkan kewajiban masyarakat (peserta program) cukup menyerahkan bukti-bukti kepemilikan tanah (data yuridis) dan dokumen yang diperlukan, pengadaan patok 3 buah dan penyediaan materai sedikitnya 4 lembar,” ujar Yadi, S.Fil pentolan LSM Kaliber Indonesia Bersatu.
Masih kata Yadi, bila benar ada pungutan biaya itu melebihi ketentuan tergolong pungli dan setiap pungli adalah bagian tindak pidana korupsi.
“Setiap pengutan tanpa dilandasi undang-undang adalah pungli. Apapun dalihnya kebijakan yang dibuat pemerintah desa dipandang kontradiski dengan regulasi pemerintah atasnya, sehingga batal demi hukum,” tegasnya.
Terkait pemberitaan itu, Kepala Desa Kedungwungu Sahrudin Baharsyah atau biasa disapa Bahar saat memberikan keterangan di ruang kerjanya (11/3) mengklarifikasi. Dirinya mengakui dan membenarkan bila Desa Kedungwungu pada tahun 2023 mendapat program PTSL dari BPN dan 2024 sebagai program lanjutan, karena menurutnya hingga kini belum seluruhnya selesai (baca: jadi sertifikat) masih dalam proses penandatanganan.
Disinggung mengenai biaya PTSL, dirinya membantah bila melakukan pungli karena biaya yang dikenakan terhadap warga normal, sesuai ketentuan yaitu mengutip sebesar Rp150.000/bidang, tapi pihaknya tidak menampik bila kedapatan warga (peserta program) yang membayar nominalnya melebihi ketetntuan.
Kelebihannya, kata Kuwu, untuk pembayaran pajak PBB dan iuran swadaya. “Iya, biaya ini normal yang membuat mahal adalah pajak dan iuran swadaya dan biaya lainnya yang belum dibayarkan,” kilahnya.
Sebagai testimoni, dia mencontohkan pemohon sertifikat inisial S yang mengajukan 2 bidang tanah sawah dipungut Rp750.000 peruntukannya membayar administrasi sertifikat Rp300 ribu, pajak PBB Rp99.035, iuran swadaya pembangunan Rp125.000, iuran swadaya Hansip/Linmas Rp25.000 selebihnya untuk membayar jasa saksi surat pernyataan (SP).
“Bagi pemohon yang obyek tanahnya tidak ada alas haknya sesuai ketentuan di program itu cukup membuat surat pernyataan pengakuan hak. Dokumen ini harus ditandatangani sekurang-kurangnya dua orang saksi. Seperti ghalibnya orang timur para saksi ini minta upah jasa dan biaya itu ditanggung oleh pemohon, pembayarannya melalui panitia/pemdes,” ujar Bahar. (Abh)