Cianjur, Demokratis
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Jawa Barat (Jabar) Dedi Supandhi menyampaikan, sebetulnya selama ini dibutuhkan pemanfaatan produk SMK. Pemanfaatan produk itu bukan hanya bahan baku, tapi bahan jadi atau seperti di SMKN 1 Pacet.
“SMK (SMKN 1 Pacet–red) punya alat, diolah secara mandiri dan dijual,” ujar Kadisdik ketika mendampingi Pansus II DPRD Jabar dalam kunjungan kerja (kunker) ke SMKN 1 Pacet, Kabupaten Cianjur, Senin (11/4/2022).
Di Jabar ini, lanjut Kadisdik, ada 35 SMK negeri Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). “Nah, salah satu SMK yang maju itu adalah SMK BLUD. Potensinya semua keluar,” ucapnya.
Kadisdik menjelaskan, kehadiran industri saat ini tidak berbanding lurus dengan tenaga kerja. “Makanya, yang kita lakukan hari ini adalah menyiapkan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan industri. Kurikulum industri ini lebih fleksibel,” tuturnya.
Kadisdik menambahkan, pada 2021 kemarin sudah dilakukan penambahan 12 kurikulum industri yang disesuaikan dengan harapan dan keinginan industri melalui bursa kerja khusus.
“12 kurikulum industri ini juga sudah kita persiapkan untuk Metropolitan Rebana. Nanti, industri menyampaikan kepada bursa khusus (sekolah-sekolah),” ujarnya.
Ke depan, Kadisdik berharap, hasil produk SMK Jabar bisa dipajang di bandara-bandara, bahkan hingga bandara di luar negeri.
Pansus II DPRD Jabar Apresiasi Prestasi SMKN 1 Pacet
Anggota Pansus II DPRD Jabar pun mengapresiasi prestasi yang ditorehkan SMKN 1 Pacet. “Provinsi Jabar berinovasi dengan ilmu dan segala macamnya sehingga bisa menjawab segala tantangan yang ada sekarang,” ucapnya.
Untuk lebih meningkatkan inovasi, salah satunya dengan boarding school. Karena, selain yang disampaikan oleh sekolah (SMK), juga ada pengetahuan-pengetahuan tambahan. “Saya mengharapkan di Jabar dicoba dengan sistem ini,” harapnya.
Sementara Kepala SMKN 1 Pacet Ida Yuniati Surtika mengungkapkan, adanya BLUD ini sudah dirasakan oleh warga sekolah, yaitu siswa dan orang tua. Jadi, anak-anak yang melaksanakan teaching factory dengan magang ini, uang sakunya mencapai 1,5 juta rupiah per bulan.
“Kalau kita akumulasi, omzetnya bisa mencapai 1,8 miliar rupiah dan itu dirasakan oleh siswa dan orang tua siswa. Jadi, mereka sudah tidak lagi berpikir tentang living cost dengan adanya BLUD ini,” ungkap Ida.
Ke depan, lanjut Ida, banyak sekali peluang/proyek yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan daya mutu pendidikan dan tentunya menjawab tantangan bapak/ibu anggota dewan bahwa lulusan SMK adalah penyumbang pengangguran terbanyak tidak ada lagi. “Alhamdulillah, lulusan SMKN 1 Pacet sudah terserap semua,” ujarnya.
Kunjungan Pansus II ini pun diisi dengan peninjauan teaching factory, educational hotel (edotel), green house serta memanen produk unggulan SMKN 1 Pacet. (IS)