Dikelilingi istri-istri cantik tak selalu seperti di “surga”. Percayalah, Sang Proklamator, Soekarno memiliki kisah-kisah merepotkan terkait itu. Bahkan Paspampres di bawah Soekarno kecipratan repot. Tugas mereka tak hanya pengawalan tapi juga membantu Soekarno “menangani” istri-istrinya.
Daya pikat Soekarno di mata wanita tak perlu diragukan. Karisma dan kata-kata manis Bung Karno bagai sengat manjur pembius wanita, bahkan sejak awal perjumpaan. Dan modal terpenting Bung Karno tahu bagaimana memperlakukan wanita.
Soekarno tak segan mengambil sendiri minuman atau memegang tangan mereka saat turun dari mobil. Bung Karno juga tak pelit pujian, terutama pada penampilan wanita. Bung Karno dicitrakan sebagai sosok “mahapecinta”. Ia mencintai dirinya, rakyat, negeri, seni, dan tentu saja wanita cantik.
Pertautan Bung Karno dengan wanita cantik telah dimulai dari usia yang amat belia. Ia sudah jatuh hati kepada noni-noni Belanda pada usia 14 tahun. Sekalipun cintanya tak berkelanjutan, Bung Karno tetap memandang setiap pertemuan dengan wanita cantik sebagai berkat keberuntungan.
Bung Karno bahkan mendambakan pertemuan wanita cantik sedari lahir. Serupa gambar plaket timbul kelahiran sosok dari mitologi Yunani, Hercules di Istana Bogor. “Di Bogor ada sebuah plaket timbul yang terbuat dari batu pualam putih lagi bersih, yang melukiskan kelahiran Hercules.”
“Ia tergantung di ruang gang yang menuju ke ruangan resepsi negara. Plaket ini memperlihatkan bayi Hercules dalam pangkuan ibunya dikelilingi oleh 14 orang wanita‐wanita cantik — semua dalam keadaan telanjang,” ungkap Soekarno dikutip Cindy Adams dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1967).
“Cobalah bayangkan, betapa bahagianya untuk dilahirkan di tengah‐tengah 14 orang wanita cantik seperti ini! Akan tetapi Soekarno tidak sama beruntungnya dengan Hercules. Pada waktu aku dilahirkan, tak seorangpun yang akan mengambilku ke dalam pangkuannya, kecuali seorang kakek yang sudah terlalu amat tua,” tambahnya.
Boleh jadi Soekarno tak seberuntung Hercules saat lahir. Tapi ketika tumbuh dewasa Soekarno jauh melampaui Hercules. Hercules, dalam mitologi Yunani hanya memiliki empat Istri: Megara, Omphale, Deianera, dan Hebe. Sedang Soekarno unggul dengan sembilan orang istri.
Mereka adalah Siti Oetari, Inggit Garnasih, Fatmawati, Hartini, Yurike Sanger, Haryati, Kartini Manoppo, Ratna Sari Dewi, hingga Heldy Djafar. Beberapa perkawinan Soekarno berakhir dengan perceraian. Tapi ada pula istri yang tetap mempertahankan perkawinan.
Di tengah perjalanan Bung Karno menyadari banyak memiliki istri cantik nyatanya begitu merepotkan. Para istri-istri itu sering dilanda kecemburuan. Dan hubungan antara istri-istrinya Bung Karno jadi tak baik-baik saja.
“Karena itu, tidak heran jika Hartini mendamprat Haryati habis-habisan saat dinikahi Bung Karno. Begitu pula waktu Bung Karno menikahi Yurike Sanger dan Ratna Sari Dewi (sebelumnya bernama Naoko Nemoto). Kabarnya, perkawinan Bung Karno dengan wanita Jepang itu baru diakui Hartini setelah mereka menikah 10 tahun.”
Seperti geramnya Hartini mendengar Bung Karno menikahi Haryati, begitu pula marahnya Fatmawati terhadap perkawinan Hartini. Karena itu Fatmawati memutuskan keluar dari Istana.
Tugas Khusus Paspampres
Saat memiliki empat istri –Hartini, Haryati, Yurike Sanger, dan Ratna Sari Dewi– adalah puncak dari kerepotan Bung Karno. Membaranya api cemburu antara istri-istrinya membuat Sang Proklamator putar otak. Para istri Bung Karno selalu curiga ke mana Putra Sang Fajar pergi setelah jam dinas usai.
Pada masa itu Bung Karno mulai membagi waktu untuk istri-istrinya. Paspampres kemudian diberi tugas tambahan. Mereka harus membantu Bung Karno menyusun kebohongan-kebohongan jika ditanya persoalan ini oleh istri-istri Bung Karno.
Bung Karno mengatakan pada ajudannya bahwa memiliki banyak istri bukan hal mudah, termasuk soal kejujuran. Bung Karno tahu betul seorang istri dapat memaafkan banyak kesalahan suami.
Tapi soal ‘affair’, “Zij kan wel vergeven maar nooit vergeten” (ia dapat memaafkannya tetapi tidak akan pernah melupakannya).
“Suatu ketika di dalam mobil, Bung Karno baru saja meninggalkan rumah istri yang satu menuju rumah istri yang lain. Bung Karno berkata: Mbang, coba lihat apakah aku sudah rapi? Itu berarti bahwa saya harus benar-benar memperhatikan apakah ada lipstick di wajah Bung Karno atau di bajunya.”
“Juga apakah ada bau parfum yang mencolok dan mencurigakan. Bila ada sesuatu yang tidak beres, harus cepat-cepat dibersihkan sebelum sampai ke tempat istri yang dituju. Kalau perlu, pulang dulu ke Istana Merdeka untuk mandi dan berganti pakaian,” cerita ajudan pribadi Bung Karno, Bambang Widjanarko dalam buku Sewindu Dekat Bung Karno (1988).
Bung Karno juga sering meminta Paspampres menyabotase mobil dari istri-istrinya. Sabotase biasa dilakukan jika ada acara yang memiliki potensi dihadiri secara bersamaan oleh istri-istri Bung Karno. Ada yang berhasil. Kadang ada pula apes.
Seperti kisah Soekarno yang terbang bersama Haryati alias Pentul sehabis mengunjungi Irian Barat pada 1963. Selepas kunjungan, Bung Karno telah memberi arahan kepada Paspampres untuk menahan istri lainnya menjemput di Bandara Kemayoran.
Celakanya, Hartini lalu datang menyambut kedatangan suaminya. Melihat sang suami bersama Pentul, Hartini langsung bercucuran air mata. Bung Karno jangan ditanya. Putra Sang Fajar seketika dipenuhi amarah.
“Ketika pesawat Presiden sampai di Kemayoran tanggal 6 Mei dari Irian Barat, satu-satunya wanita dalam kapal terbang adalah Pentul. Celakanya, Hartini ada di Kemayoran menyambut kedatangan suaminya. Hartini bercucuran air matanya, sedangkan presiden marah sekali.”
“Situasi jadi tambah rumit karena Hartini ikut dalam mobil R-1. Sedangkan Pentul mengikuti dalam mobil belakang. Hari itu adalah hari yang untuk pertama kalinya Hartini menjejakkan kakinya di Istana Negara,” tutup Rosihan Anwar dalam buku Sejarah Kecil “Petite Histoire” Indonesia Jilid 5 (2012). ***